Jumat, 29 Oktober 2010

Rabu, 27 Oktober 2010

halogen (hăl'əjĕn) [Gr, = garam-bantalan.], salah satu unsur kimia aktif yang ditemukan di Grup 17 dari tabel periodik, nama berlaku terutama fluor (F simbol), klorin (Cl), brom (Br ), dan yodium (I). Astatin (At), sebelumnya dikenal sebagai alabamine, adalah unsur radioaktif juga digolongkan sebagai halogen; paling isotop stabil (yang tidak terjadi di alam) memiliki waktu paruh kurang dari 81 / 2 jam. Sifat kimia dan fisik astatine yang tidak dikenal, diyakini menyerupai yodium. Halogen adalah keluarga terbaik ditetapkan unsur kimia. Kimia mereka sangat mirip satu sama lain, mereka adalah non-logam dan membentuk ion negatif monovalen. Mereka juga menunjukkan sebuah gradasi hampir sempurna dari sifat fisik. Fluorin, gas berwarna kuning pucat, adalah yang paling padat dan kimia yang paling aktif, menggusur halogen lain dari senyawa mereka dan bahkan menggusur oksigen dari air. Klorin, gas berwarna kuning-hijau, lebih padat dan kurang reaktif dari fluor. Bromin adalah cairan merah gelap. Yodium adalah hitam pekat dan adalah yang paling kimia aktif dari empat keabu-abuan, namun, di antara bukan logam hanya oksigen lebih reaktif dari iodium. Murni halogen ada sebagai molekul diatomik, misalnya, Cl2, mereka membentuk senyawa interhalogen, yaitu senyawa antara dua halogen. Halogen membentuk senyawa dengan banyak unsur lainnya. Dengan hidrogen mereka membentuk hidrogen halida, solusi air yang disebut asam hydrohalic, misalnya, solusi air klorida hidrogen disebut asam klorida. Mereka membentuk halida logam banyak, atau garam, misalnya, natrium klorida, garam meja biasa. Mereka juga membentuk halocarbons, senyawa dengan karbon dan sering elemen lain seperti hidrogen dan oksigen. Kloroform, Iodoform, dan karbon tetraklorida halocarbons. Beberapa senyawa halogen lainnya kalomel (klorida mercurous), fluorit, sal amoniak (amonium klorida), menghaluskan korosif (klorida merkuri), dan klorin pemutih.


http://www.answers.com/topic/halogen
berat molekul, berat molekul suatu zat dinyatakan dalam satuan massa atom (Amu). Berat molekul dapat dihitung dari rumus molekul zat tersebut; itu adalah jumlah dari berat atom dari atom yang membentuk molekul. Sebagai contoh, air memiliki rumus molekul H2O, menunjukkan bahwa ada dua atom hidrogen dan satu atom oksigen dalam molekul air. Dibulatkan sampai tiga tempat desimal, berat atom hidrogen adalah 1,008 Amu dan oksigen adalah 15,999 Amu. Berat molekul air dengan demikian (2 × 1,008) (1 × 15,999) = 2,016 15,999 = 18,015 Amu. Karena berat atom adalah nilai-nilai rata-rata, berat molekul juga nilai rata-rata. Rata-rata, sebuah molekul air biasa berat 18,015 Amu. Baik hidrogen dan oksigen yang terdiri dari beberapa isotop. Salah satu isotop hidrogen deuterium, atau hidrogen berat. Atom deuterium sekitar dua kali lebih besar dari rata-rata untuk semua atom hidrogen dalam air biasa. Oleh karena itu air yang mengandung atom hanya deuterium, disebut air berat, memiliki berat molekul yang lebih tinggi daripada air biasa. Beberapa zat, terutama senyawa ion seperti garam dapur, tidak terdiri dari molekul dan dengan demikian tidak memiliki rumus molekul atau berat molekul.

Berat molekul zat dapat ditentukan secara eksperimental dalam berbagai cara, metode yang digunakan biasanya tergantung pada keadaan (padat, cair, atau gas) dari substansi. Metode untuk menentukan berat molekul zat gas didasarkan pada hukum Avogadro, yang menyatakan bahwa dalam kondisi tertentu suhu dan tekanan volume tertentu gas pun mengandung sejumlah tertentu molekul gas, sehingga perbandingan bobot volume yang sama gas yang berbeda dalam kondisi yang sama suhu dan tekanan setara dengan perbandingan langsung dari bobot dari molekul gas. Bobot molekul zat-zat yang tidak biasanya gas dan tidak menguap tanpa dekomposisi kadang-kadang ditentukan dari pengaruhnya terhadap titik lebur, titik didih, tekanan uap, atau tekanan osmotik dari beberapa pelarut (lihat Properti colligative). Namun, jika zat tersebut mengionisasi atau tidak benar-benar terpisah menjadi molekul, berat molekul sehingga akan ditentukan salah. Sangat berat molekul akurat kadang-kadang ditentukan dengan menggunakan spektrograf massa.

Beberapa zat, misalnya, protein, virus, dan polimer sintetik tertentu, memiliki berat molekul yang sangat tinggi. Berat molekul ini dapat ditentukan dengan pengukuran laju sedimentasi di ultracentrifuge, oleh fotometri cahaya-hamburan, atau menggunakan metode lainnya. Metode dapat memberikan hasil yang berbeda, karena biasanya molekul zat seperti polimer tidak semua memiliki berat molekul persis sama. Metode ini menentukan berat molekul rata-rata untuk molekul-molekul dalam sampel. Berat molekul nomor-rata ditentukan dengan metode ultracentrifuge memberikan nilai yang sama dengan berat sampel dibagi dengan jumlah molekul dalam sampel. Berat molekul ini nomor-rata juga dapat ditentukan dengan metode lainnya berdasarkan pengukuran sifat colligative. Metode cahaya hamburan menentukan apa yang disebut berat molekul berat rata-rata. Meskipun hal ini mungkin menjadi nilai sama dengan berat molekul rata-rata jumlah jika semua molekul telah hampir berat yang sama, maka akan lebih tinggi jika beberapa dari molekul lebih berat daripada yang lain.


http://www.answers.com/topic/molecular-mass

Rabu, 20 Oktober 2010

I. TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini kami dapat :
 Membuat sintesa senyawa Cu (NH3)4. SO4. H2O
 Membuat sintesa senyawa Co (NH3)6. CL3
 Membandingkan labilitas ion komplek yang telah dibuat dalam air dan asam klorida.

II. PERINCIAN KERJA
 Membuat senyawa Cu (NH3)4.SO4. H2O
 Membuat senyawa Co (NH3)6. CL3
 Membandingkan labilitas senyawa Cu (NH3)4. SO4. H2O dan Co (NH3)6. CL3 dalam air dan asam.

III. ALAT-ALAT YANG DIPERLUKAN
 Neraca analitas
 Gelas piala (100 ml, 250 ml dan 500 ml) 1 + 1 + 1 buah
 Erlenmeyer 125 ml 1buah
 Erlenmeyer Vakum 500 ml 1 buah
 Gelas ukur 10 ml 1 buah
 Pipet tetes 1 buah
 Pipet ukur 5 ml 1 buah
 Corong Buchner dan pompa isap 1 set
 Hot plate 1 buah
 Cawan petridiks 1 buah
 Eksikator
 Kertas saring dan kertas timbang 1 + 1 buah
IV. ZAT-ZAT YANG DIPERLUKAN
 Tembaga (II) sulfat kristal 25 gram
 Amonium klorida 10 gram
 Kobalt (II) klorida kristal 5 gram
 Etanol 96% 100 gram
 Larutan NH3 25 M 100 gram
 Larutan HCL 12 M 50 gram

V. DASAR TEORI
Senyawa kompleks adalah senyawa yang berisi ion pusat yang dikelilingi oleh ion-ion atau molekul netral yang disebut ligan. Kovalen koordinasi, maka senyawa komplek sering disebut senyawa koordinasi. Pada percobaan ini, kita akan membuat senyawa komplek dari Cu (NH3)4. SO4. H2O dan Co (NH3)6. CL3. Ion komplek dalam senyawa tersebut diatas adalah Cu (NH3)42+ dan Co (NH3)63+. Dalam percobaan ini kita akan membuat ion komplek dengan menggunakan reaksi substitusi ligan, atau mengkoordinasi ligand, yaitu menempatkan kembali ligand lain pada ion pusat. Biasanya reaksi ini dilakukan dalam larutan air, dimana kation logam mula-mula ada dalam bentuk hidrat yang sederhana : penambahan reagent yang berisi suatu ligan pengkompleks akan menghasilkan perubahan reaksi sebagai berikut :
Cu (H2O)42+ + 4 NH3 - - - - - - - - Cu (NH3)42+ + 4 H2O ................. (1)
Pada beberapa reaksi yang melibatkan pembentukan ion kompleks, kecepatan reaksinya sangat cepat. Dengan demikian bentuk ion yang dihasilkan secara termodinamika adalah stabil. Menurut hukum kesetimbangan kimia suatu reaksi dapat dengan cepat dikontrol sebagai kelangsungan suatu perubahan kondisi suatu reaksi. Reaksi (1) adanya NH3 pada konsentrasi sedang dapat berlangsung terus dengan cepat kekanan. Pada penurunan konsentrasi NH3, misalnya dengan penambahan asam pada sistem, kita dapat mengganti kation tembaga hidrat dengan mudah. Ion komplek yang mengalami perubahan reaksi dengan cepat, seperti reaksi (1) disebut Labil. Tidak berarti bahwa semua ion komplek itu labil. Ada beberapa ion komplek yang tidak labil (inert) diantaranya yang akan dilakukan pada eksperimen ini yaitu dengan mengganti ligan dengan pelan. Untuk ion kompleks yang inert, dihasilkan pada reaksi substitusi dengan penambahan suatu katalis. Sebagai contoh pada pembuatan ion kompleks dari senyawa Co(NH3)6. CL3 menggunakan katalis karbon aktif. Dengan tidak adanya katalis, ion kompleks yang terbentuk adalah Co(NH3)5.H2O3+. Kobalt (III) ada pada spesies ini merupakan ion kompleks yang stabil dan mengandung ligan NH3.
Untuk senyawa komplek dari senyawa kobalt, yang divalent lebih stabil dalam air, dan yang trivalent akan menjadi dominan jika ligannya amonia atau ion nitrit. Ion heksa amina kobalt (II) (Co(NH3)6)2+, mudah teroksidasi menjadi senyawa komplek dari kobalt (II) hidrat. Endapan kobalt (II) hidroksida yang mula-mula diperoleh dari percobaan, larut kembali dalam amonia berlebihan membentuk heksa amina kobalt (II) yang berwarna merah cokelat, persamaannya sebagai berikut :
(Co(H2O)6)2+ + 6 NH3 - - - - - - - - - - - - - (Co(NH)6)2+ + 6 H2O
Warna merah cokelat akan berubah menjadi gelap, jika dibiarkan dalam udara bebas, karena teroksidasi menjadi kobalt (III).
Pada ion heksa amina kobalt (III) (Co(NH3)63+ berwarna oranye. Oksidasi akan terjadi dengan adanya katalis karbon aktif. Ion kompleks lain yang didapatkan seperti adanya ion Cl  sebagai bentuk ion penta amina klor kobalt (III) yang berwarna merah.
Co (H2O)6++ (Co(NH3)6) (Co(NH3)6)+++
(CoCl(NH3)5)+++
Beberapa ion kompleks adalah berwarna baik ada dalam bentuk padat maupun dalam larutan. Suatu cara yang mudah untuk menentukan keadaan suatu ion kompleks adalah labil, yaitu mencatat keadaan perubahan warna yang terjadi jika ditambahkan suatu reagent yang bereaksi dengan ligan yang ada dalam ion kompleks.
VI. PROSEDUR PENGERJAAN
Pembuatan Sintesa Senyawa (Cu(NH3)4).SO4. H2O
 Ditimbang 7 gram CuSO4. 5H2O dengan neraca analitis dan dilarutkan dalam erlenmeyer 125 ml menggunakan 15 ml aquadest, dan dipanaskan hingga semua zat padat larut.
 Didinginkan larutan yang terjadi pada suhu ruangan, lalu ditambahkan larutan 25 M NH3 tetes demi tetes sambil diaduk sampai endapan yang terjadi larut sempurna membentuk ion kompleks (Cu (NH3)42+.
 Kemudian ditambahkan 10 ml larutan etanol 96% untuk mendapatkan endapan dari garam Cu (NH3)4. SO4. H2O, dan didiamkan selama 1 minggu.
 Dipanaskan cawan petridiks dan kertas saring, lalu di timbang beratnya,
 Hasil yang terjadi disaring denagan corong Buchner dan endapan dicuci dengan menambahkan etanol 95%.
 Endapan yang terjadi dimasukkan kedalam cawan petridiks tersebut, lalu dipanaskan sampai didapat bobot konstan.
 Persamaan reaksinya :
Cu (H2O)42+ + SO42- + 4 NH3 Cu (NH3)4 SO4. H2O

Labilitas Relatif dari Ion kompleks Cu (NH3)4 SO4. H2O
 Dilarutkan sebagian kecil (kira-kira 0,5 gram) dari senyawa kompleks Cu (NH3)4 SO4. H2O dalam beberapa ml air.
 Dicatat warna dan diamati pengaruh penambahan beberapa tetes larutan HCl 12 M.
 Dibandingkan hasil pengamatan senyawa A dan senyawa B, kemudian mengambil kesimpulan apakah senyawa Cu(NH3)4++ stabil ataukah dia labil.




VII. DATA DAN PENGAMATAN
 Sintesa senyawa koordinasi Cu (NH3)4 SO4. H2O
Massa kertas saring + cawan petridiks = 37,8201gram
Massa kertas saring + cawan Petridiks + Hasil = 44,2959gram
Massa hasil ( 44,2956 gr – 37,8211 gr ) = 6,4755gram
Hasil teori = 6,7488 gram
Prosentase ( 6,4755 : 6,7488 ) x 100 % = 92,4 %

 Labilitas dari senyawa kompleks
Warna zat padat Warna dalam air Warna dalamHCL
Cu (NH3)42+ Biru Muda Biru Muda ( Stabil ) Biru Muda ( Stabil )

VIII. PEMBAHASAN HASIL PERCOBAAN
 Pada saat penambahan NH3 25 % terhadap CuSO4.H2O terbentuk endapan biru keputihan, yang dimana ini berarti peranan SO4= sebagai ligan utama digeser oleh NH3 sehingga terlihat perubahan warna dari tak berwarna menjadi Biru Keputihan, dan pada saat NH3 berlebih terjadi maka sepenuhnya peranan SO4= telah tergantikan sehingga warna Biru Muda tersebut ada.
 Penambahan Etanol dilakukan dengan maksud agar endapan dari garam Cu(NH3)4SO4.H2O dapat larut semua agar tidak ada garam yang akan tersisa pada dinding Erlenmeyer tersebut karena pada saat larutan disimpan dalam lemari asam selama seminggu maka akan ada garam yang melengket pada dinding erlenmeyer itu, dan etanol absolut dapat melarutkan endapan tersebut, sehingga pada saat erlenmeyer tersebut dicuci maka seluruh endapan dapat kita saring dalam corong buchner. Dan beratnya dapat kita pertahankan
 Senyawa Cu(NH3)4++ tidak mengalami perubahan warna karena senyawa ini merupakan senyawa yang stabil, dimana peranan NH3 sebagai gugus pengeliling dari Cu++ tidak dapat digantikan dengan Cl  sehingga senyawa ini tetap berwarna Biru Muda sama seperti sebelum penambahan HCl
IX. KESIMPULAN
 Didalam melakukan praktikum sintesa senyawa kompleks ada beberapa faktor yang harus kita perhatikan antara lain :
 Pada saat dilakukan penambahan NH3 25 M kita harus memasukkan setetes demi tetes dan digoyang-goyangkan dan NH3 haruslah berlebih.
 Pada saat dilakukan penyaringan dengan menggunakan corong buchner, kertas saringnya terlebih dahulu kita panaskan dan ditimbang.
 Cawan petridiks yang akan dipakai untuk mencari berat konstan haruslah dipanaskan terlebih dahulu sebelum dilakukan penimbangan.
 Pengetesan senyawa yang labil ataukah stabil dapat dilakukan dengan jalan penambahan H2O, dimana apabila terjadi perubahan maka senyawa itu labil, begitu pula ditambahkan HCl untuk melihat keadaan yang terjadi, jika senyawa itu mempunyai karakteristik tetap walaupun telah dilakukan penambahan H2O dan HCl maka senyawa itu dapat dikatakan stabil.
 Dari hasil pengamatan ternyata senyawa Cu(NH3)4++ adalah senyawa yang stabil.

X. PERTANYAAN
1. Hitung hasil secara teoritis senyawa yang anda buat dalam eksperimen ini, jika ion logam merupakan pereaksi yang habis. Tentukan banyaknya mol dari Cu (NH3)4 SO4. H2O secara teoritis

=
= 0,028 mol
Gr Teoritis = Mol x BM Cu(NH3)4SO4.H2O
= 0,028 mol x 245,5 gr/mol
= 6,874 gr
2. Bagaimana anda dapat menetapkan bahwa ion logam merupakan pereaksi yang
habis bereaksi :
 jika dilihat reaksi dari persamaan reaksinya :
CuSO4.5H¬2O (Cu(H2O)4)++ + SO4= + H2O
(Cu(H2O)4)++ + SO4= + 4NH3 Cu(NH3)4SO4.H2O + 3 H2O
dari persamaan diatas maka dapat dilihat bahwa semua ion logam akan bereaksi membentuk senyawa kompleks Cu(NH3)4SO4.H2O sehingga tidak ada yang tersisa lagi, disebabkan perbandingan antara mol CuSO4.5H¬2O dengan Cu(NH3)4SO4.H2O adalah 1 : 1
3. Bagaimana anda menamai senyawa yang telah dibuat :
Cu (NH3)4 SO4. H2O namanya : Tetra Amina Tembaga (II) Sulfat
Co (NH3)6 CL3 namanya : Heksa Amina Kobalt (III) Khlorida

XI. DAFTAR PUSTAKA
 Emil J. Slowinski :”Chemical Principles in the Laboratory With Qualitative Analysis”, Alternate Edition Holt Saunders Japan, 1983.
 J.Brockington, BSC, Chem MRST :”Combined Chemistry” Third impression, Longman limited, 1985.
HUKUM KEKEKALAN MASSA

I. TUJUAN
Setelah saya melakukan percobaan, saya dapat menentukan massa zat sebelum reaksi dan sesudah reaksi.

II. PERINCIAN KERJA
 Ditimbang zat sebelum bereaksi.
 Ditimbang zat sesudah bereaksi.

III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat yang dipakai
 Erlenmeyer + Tutup 25 ml 2 Buah
 Erlenmeyer + Tutup 50 ml 1 Buah
 Neraca Analitik 1 Buah
 Selang karet 1 Buah

B. BAHAN YANG DIGUNAKAN
 Na¬2CO3 1M
 CaCl2 2M
 K¬2SO4 3M

IV. DASAR TEORI
Dalam melakukan percobaan ini terlebih dahulu kita mengetahui perubahan yang mengalami perubahan secara konstan. Perubahan tersebut diantaranya perubahan fisika, perubahan kimia dan perubahan massa. Perubahan fisika merupakan perubahan yang terjadi tetapi tidak menghasilkan zat baru, artinya pada peristiwa ini yang berubah hanya bentuk atau wujud dari benda itu sendiri, sedangkan sifat dan komposisi materi tidak mengalami perubahan apa-apa. Pembuatan garam ditepi pantai, ini dapat juga dikatakan sebagai reaksi eksoterm karena bila dipanaskan membentuk gas.
Perubahan kimia merupakan perubahan yang terjadi disertai terbentuknya zat baru, artinya sifat dan komposisi zat-zatnya mengalami perubahan. Perubahan kimia biasa juga disebut reaksi kimia misalnya pembuatan alkohol. Reaksi endoterm merupakan yang menyerap kalor, untuk terjadinya suatu reaksi, sehingga reaksi tidak terjadi secara spontan. Sedangkan perubahan massa merupakan perubahan yang tetap, sehingga dapat disimpulkan menurut “Hukum Kekekalan Massa “Baik untuk reaksi yang stokiometris maupun yang non stokiometris yaitu,
Massa zat sebelum dan sesudah reaksi selalu sama. Sedangkan menurut hukum kekekalan massa dan Lavoisier mengatakan bahwa massa tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan melalui perubahan materi apa saja.
Menurut reaksi :
A + B ------ C + D
Massa reaksi =massa hasil reaksi
Untuk dapat mengetahui perubahan massa dapat dilakukan dengan menimbang massa reaksi.

V. CARA KERJA
 Percobaan I
 Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50ml, larutan Na2CO3 1M sebanyak 10 ml, lalu tutup (disimpan dulu),
 Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 25ml, larutan CaCl2 2M sebanyak 3 ml, lalu tutup (disimpan dulu),
 Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 25ml, larutan K¬2SO4 3M sebanyak 3 ml, lalu tutup (disimpan dulu),
 Ketiga erlenmeyer itu di naikkan ke atas neraca analitik, ditimbang bobotnya (dengan tutupnya),
[ Sebelum diturunkan dari neraca, neraca terlebih dahulu harus dimatikan ]
 Direaksikan antara Na¬2CO3 1M dengan CaCl2 2M dalam erlenmeyer I, diamati perubahan yang terjadi dan dicatat ( endapan putih dan gelembung gas )
 Ketiga erlenmeyer tadi ditimbang lagi ( dan diamati perubahan yang terjadi )
 Kemudian endapan di erlenmeyer I direaksikan lagi dengan K¬2SO4 3M ( menjadi endapan pekat ).
 Ketiga erlenmeyer tadi ditimbang lagi ( dan diamati perubahan yang terjadi )

 Percobaan II
 Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50ml, larutan Na2CO3 1M sebanyak 10 ml, lalu tutup (disimpan dulu),
 Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 25ml, larutan CaCl2 2M sebanyak 3 ml, lalu tutup (disimpan dulu),
 Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 25ml, larutan K¬2SO4 3M sebanyak 3 ml, lalu tutup (disimpan dulu),
 Ketiga erlenmeyer itu di naikkan ke atas neraca analitik, ditimbang bobotnya (dengan tutupnya),
[ Sebelum diturunkan dari neraca, neraca terlebih dahulu harus dimatikan ]
 Direaksikan antara Na¬2CO3 1M dengan K¬2SO4 3M dalam erlenmeyer I, diamati perubahan yang terjadi dan dicatat ( endapan putih )
 Ketiga erlenmeyer tadi ditimbang lagi ( dan diamati perubahan yang terjadi )
 Kemudian endapan di erlenmeyer I direaksikan lagi dengan CaCl2 2M ( menjadi endapan dan gelembung gas ).
 Ketiga erlenmeyer tadi ditimbang lagi ( dan diamati perubahan yang terjadi )

VI. DATA PENGAMATAN
Massa sebelum pencampuran 235,09 235,54
Massa setelah pencampuran I 235,09 235,48
Massa setelah pencampuran II 235,09 235,45



VII. PEMBAHASAN
 Disini terdapat perbedaan dari setiap penimbangan, hal ini mungkin disebabkan oleh udara yang ada disekitar suhu dari reaksi eksoterm.
 Gelembung gas yang terjadi, mungkin ada yang menguap sebelum dilakukan penutupan erlenmeyer
 Reaksi pada Percobaan I
 Na2CO3 + CaCl2 ( Putih ) CaCO3 + 2 N aCl ( sedikit terurai )
 CaCO3 + K2SO4 ( Putih ) CaSO4 + K2CO3

 Reaksi pada Percobaan I
 Na2CO3 + K2SO4 K2CO3 + Na2SO4
 Na2SO4 + CaCl2 ( Putih ) CaSO4 + 2 NaCl


VIII. KESIMPULAN
 Massa suatu zat sebelum reaksi akn tetap sama walaupun sudah kita reaksikan.
 Massa tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnakan.

IX. JAWABAN
1. Kesimpulan yang ditunjukkan oleh data yang diperoleh tentang perubahan massa
 Massa zat sebelum reaksi sama dengan massa zat setelah reaksi, akan tetapi pada waktu praktikum, massa zat sebelum reaksi tidak sama setelah reaksi, hal ini mungkin disebabkan oleh suhu, udara dan adanya gelembung gas.
2 Perubahan yang terjadi selama reaksi
Untuk percobaan I
 Reaksi I (Na¬2CO3 + CaCl2) : Gel disertai sedikit gelembung gas
 Reaksi II ( Reaksi I + K2SO4) : Endapan putih

Untuk percobaan II
 Reaksi I (Na¬2CO3 + K2SO4) : Tetap
 Reaksi II ( Reaksi I + CaCl2) : Endapan putih sedikit
3. Bila K2SO4 ditambahkan sebelum Na¬2CO3 + CaCl2
 (Na¬2CO3 + K2SO4) Larutannya tetap bening
4. Suhu bagian luar erlenmeyer harus sama dengan suhu kamar
 Karena terjadi reaksi eksoterm yang dapat mempengaruhi bobot dari tempatnya

X. DAFTAR PUSTAKA
 Michell J.Sienko, Robert A Plant, Stanlay T. Marcus, experimental Chemistry, Mc Graw-Hill Book Company.
 Charles W. Keenan, Donald C. Kleinfelter, Jesse H Wood, General College Chemistry Harper and Row
.

I. TUJUAN PERCOBAAN
Dapat menentukan dan menghitung rumus kimia dari endapan garam-garam yang terjadi dengan mengamati jumlah endapan yang dihasilkan dari reaksi dua pereaksi yang berbeda, dengan mencampurkannya dalam perbandingan molar yang berbeda pula.

II. PERINCIAN KERJA
 Membuat larutan 0,02M K2CrO4
 Membuat salah satu larutan dari Pb(NO3)2 atau BaCl2 .2H2O atau AgNO3 dalam konsentrasi molar yang akan diberikan.
 Menentukan rumus kimia (komposisi) dari endapan kromat dengan mereaksikan K2CrO4 dan salah satu dari Pb(NO3)2 atau BaCL2 .2H2O atau AgNO3 dalam perbandingan molar yang berbeda.

III. ALAT YANG DIPAKAI
 Gelas kimia 50 ml dan 250 ml  Gelas ukur 25 ml
 Tabung reaksi + rak tabung  Tutup tabung
 Tabung centrifuges  Pipet ukur
 Pengaduk kaca  Spatula
 Termometer  Hot plate
 Selang karet  Bola isap
 Kacamata

IV. BAHAN YANG DIGUNAKAN
 Timbal nitrat, (Pb(NO3)2)
 Potasium kromat (K2CrO4)
 Air demineral (Aquadest)

V. DASAR TEORI
Bila suatu senyawa A bereaksi dengan senyawa lain B, untuk membentuk senyawa ketiga C, persamaan untuk reaksi kimianya dapat ditulis sebagai berikut :
Aa + Bb Cc ................................ (1)
Zat A dan B bisa berupa atom, molekul atau ion didalam larutan. Bilangan-bilangan a, b, dan c merupakan bilangan bulat dan menunjukkan jumlah partikel relatif yang terlibat didalam reaksi. Bila mol suatu zat mengandung jumlah partikel yang sama, baik berupa atom, molekul, atau ion, jumlah a, b, dan c menunjukkan jumlah mol A dan B yang bereaksi membentuk C.
Ada beberapa reaksi yang mengikuti persamaan (1) termasuk contoh berikut :
2H2(g) + O2(g) 2 H2O(1) ................................ (2)
3Ca2+(aq) + 2PO43(aq) Ca3(PO4)2 (s) ................................ (3)
Reaksi (3) akan terjadi apabila suatu larutan yang mengandung ion Ca2+ dicampur dengan senyawa yang mengandung ion-ion fosfat (PO43). Bila reaksi tersebut benar-benar terjadi secara sempurna, biasanya didalam campuran tersebut akan terdapat kelebihan salah satu ion yang bereaksi, dan yang satu lagi akan habis terpakai.
Contoh, misalnya suatu larutan yang mengandung ion fosfat (Po43) ditambahkan secara pelan-pelan kedalam larutan yang mengandung ion Ca2+, maka segera ion fosfat tersebut akan bereaksi membentuk Ca3(PO4)2, sehingga hanya sedikit PO43 yang tertinggal dan terjadilah kelebihan ion Ca2+
Bila kita melanjutkan penambahan ion PO43, akan terbentuk endapan Ca3(PO4)2 dalam jumlah yang lebih besar sampai akhirnya semua ion Ca2+ yang ada bereaksi. Setelah, penambahan ion fosfat lebih lanjut (sekarang berlebihan) akan menaikkan konsenterasi ion fosfat tersebut, sementara konsentrasi ion Ca2+ tetap nol.
Bila reaksi 3 terjadi mengikuti pola yang diterangkan diatas, kita bisa menghentikan penambahan fosfat bila semua ion Ca2+ telah terkonversi menjadi Ca3(PO4)2.
Kita dapat membuktikan rumus untuk Ca(PO4)2 dengan mencatat jumlah mil Ca2+ relatif yang mula-mula ada didalam larutan dan PO43 yang ditambahkan. Didalam hal ini kita memerlukan 2 mol PO43 untuk setiap 3 mol Ca2+ didalam larutan aslinya. Ini menunjukkan bahwa rumus untuk kalsium fosfat adalah Ca3(PO4)2. didalam percobaan ini kita akan menjumpai bahwa rumus kimia untuk garam tidak larut yang mengandung kation logam dan anion kromat (CrO42) dengan menggunakan pendekatan ini.
Didalam prosedur ini, pertama kita menimbang sampel garam yang larut yang mengandung suatu kation yang membentuk kromat tak larut, contohnya adalah Pb(NO3)2. Garam ini berlaku sebagai sumber kation logam. Dengan mengetahui massa dan rumus molekul dari sampel, kita dapat menghitung jumlah mol garam, didalam sampel dan jumlah mol kation logam yang dikandungnya.
Misal, kita anggap ada Pb(NO3)2 didalam sampel, dan beratnya 0,4518 gram, maka perhitungannya sebagai berikut :
Massa molar Pb(NO3)2 = (BA Pb + 2 x BA N + b x BA O) gram
= (207,2 + 2. 14,0067 + 6. 15.9994) gram
= 331,2 gram
Jumlah mol Pb(NO3)2 =
=
= 1,364 . 103 mol
Jumlah mol Pb2+ = Jumlah mol Pb(NO3)2
= 1,364 . 103 mol
Setelah menimbang sampel, larutkan kedalam air hingga volume larutan 20 ml. Didalam larutan, Pb(NO3)2 akan terurai secara sempurna menjadi ion-ion Pb2+ dan NO3. Kita dapat menghitung jumlah mol Pb2+ yang terdapat didalam satu milli liter (ml) larutan dengan mudah.

Jumlah mol Pb2+ per ml larutan =
=
= 6,82 . 105 mol/ml
Kita tambahkan dengan tepat 1ml larutan yang telah disiapkan, masing-masing pada 6 tabung reaksi kecil setelah dinomori dari 1 sampai 6. tabung reaksi nomor 1 ditambahkan ml larutan 0,02M K2CrO4. larutan ini mengandung 0,02 mol K2CrO4 per liter dari garam ini, semua garam ini, diionisasi dalam larutan juga 0,02 mol CrO42- per liter atau 2.105 mol CrO42 per ml. Segera Pb2+ dan CrO42 bereaksi membentuk endapan kuning dari PbCrO4. Dalam beberapa tabung reaksi Pb2+ berlebihan sehingga tidak cukup CrO42 yang ditambahkan untuk membentuk endapan semuanya.
Kita dapat menentukan mana ion yang berlebihan dalam masing-masing tabung dengan mencentrifuge untuk mengendapkan padatan kedasar tabung. Warna kuning yang kuat dari ion kromat jelas kelihatan dalam kedua tabung reaksi dimana CrO42 berlebihan. Bila Pb2+ yang berlebihan larutan pada dasarnya tidak berwarna.
Jika dalam eksperimen ini dengan sampel Pb(NO3)2 yang digunakan dalam contoh. Kita mendapatkan campuran no.1, 2 dan 3 yang tidak berwarna setelah dicentrifuge dan campuran no. 4, 5 dan 6 berwarna kuning ini boleh dikatakan dalam campuran no. 3, Pb2+ berlebihan sementara dalam campuran no. 4, CrO42 yang berlebihan. Campuran yang dipakai dalam kedua tabung dapat dihitung dan diselesaikan sbb :
Dalam campuran no. 3 :
Jumlah mol Pb2+ = 6,82.105 mol
Jumlah mol CrO42 = 3 ml . 2.105 mol/ml
= 6.105 mol
Perbandingan mol
CrO42 dengan Pb2+ = (6.10-5 mol) : (6,8.10-5 mol)
= 0,88 : 1,00
Dalam campuran no.4
Jumlah mol Pb2+ = 6,82.105 mol
Jumlah mol CrO42 = 4 ml . 2.105 mol/ml
= 8.105 mol
Perbandingan mol
CrO42 dengan Pb2+ = (8.105) mol : (5,82.105 mol)
= 1,20 : 1,00
Jika dalam campuran no. 3 dan 4, kita perkirakan bahwa semua Pb2+ dan CrO42 yang ada sebagai timbal kromat maka senyawanya mempunyai rumus
Pb(CrO4) 0,88 dalam campuran no. 3 dan
Pb(CrO4) 1,20 dalam campuran no.4
Rumus yang benar harus berada antara bilangan-bilangan ini, antara campuran no.3 dengan Pb2+ yang berlebihan dan campuran no. 4 dengan CrO42 yang berlebihan. Perbandingan mol Pb2+ : CrO42 diharapkan merupakan bilangan bulat dan sederhana. Maka diperkirakan yang baik adalah 1 : 1 dan rumus yang diasosiasikan untuk timbal kromat adalah PbCrO4.

VI. PROSEDUR KERJA
 Ditimbang dalam beaker gelas 50 ml yang kering dan bersih cuplikan : 0,4 gram Pb(NO3)2,
 Ditambahkan 20 ml air demineral pada cuplikan tadi. Dikocok dengan menggunakan pengaduk kaca sampai larut semua,
 Dituang sejumlah 0,020M K2CrO4 kedalam beaker 50 ml yang kering dan bersih sampai 2/3 penuh. Kemudian gunakan larutan ini sebagai sumber dari ion kromat,
 Disiapkan waterbath panas (dengan memakai beaker gelas 250 ml yang diisi dengan air 2/3). Kemudian air dipanaskan dengan menggunakan pembakar bunsen,
 Disiapkan tabung centrifuge 6 buah yang bersih (tidak perlu kering), nomori dari 1 sampai dengan 6 dan taruh dirak,
 Ditambahkan 1 ml larutan garam tadi pada masing-masing tabung dengan menggunakan pipet graduate 5 ml.
 Kemudian dengan menggunakan pipet graduate 10 ml, ditambahkan lagi :
1 ml 0,02 K2CrO4 pada tabung I + 5 ml air demineral
2 ml 0,02 K2CrO4 pada tabung II + 4 ml air demineral
3 ml 0,02 K2CrO4 pada tabung III + 3 ml air demineral
4 ml 0,02 K2CrO4 pada tabung IV + 2 ml air demineral
5 ml 0,02 K2CrO4 pada tabung V + 1 ml air demineral
6 ml 0,02 K2CrO4 pada tabung VI + 0 ml air demineral
 Masing-masing tabung digoyang, minimal selama 30 detik (menggunakan tutup gelas), kemudian tabung tersebut diletakkan dalam waterbath yang panas sampai mendidih. Dibiarkan tabung dalam waterbath 5 menit untuk melancarkan terbentuknya kristal yang besar dari endapan kromat. Dijaga waterbath pada temperatur titik didihnya.
 Setelah itu tabung reaksi/centrifuge diatur dalam rak menurut tingkatan nomor dari kiri ke kanan. Tabung dengan nomor lebih rendah pada dasarnya tidak berwarna menunjukkan bahwa kation yang berlebihan sementara sisa campuran menghasilkan larutan kuning, disebabkan adanya kelebihan ion kromat. Dua tabung yang berdekatan dari 6 tabung lainnya, yang satu mengandung larutan tak berwarna, sedangkan lainnya berwarna kuning dengan kelebihan ion kromat. Dicatat nomor dari kedua tabung tersebut. Kemudian dibandingkan kandungan campuran tabung tersebut dengan 1 ml larutan 0,02 kromat. Dalam 1 volume larutan kromat membutuhkan endapan dari kation dalam 1 ml larutan garam tabung reaksi yang mempunyai larutan tak berwarna disebut tabung A dan yang mempunyai larutan kuning disebut tabung B.



VII. DATA PENGAMATAN
 Berat beaker kosong = 42,8665 gram
 Berat beaker + garam = 43,2288 gram
 Berat garam = 0,4423 gram
 Jumlah ml garam dalam sampel = 1 ml
 Jumah mol garam dalam larutan (1 ml) = 1,33 . 103 mol
 Jumlah mol kation (Pb2+) didalam 1 ml larutan = 1,33 . 105 mol
 Jumlah tabung uji yang berisi larutan tak berwarna (tab. A) = 3
 Jumlah tabung uji yang berisi larutan berwarna kuning (tab. B) = 3
Tabung A Tabung B
Jumlah kation yang ditambahkan 6,65.105 mol 6,65.105 mol
Volume larutan kromat yang ditambahkan 3 ml 4 ml
Jumlah mol kromat yang ditambahkan 6,0.105 mol 8,105 mol
Rasio mol CrO42 dan Pb2+ 0,88 : 1,11 1,20 : 1,00
Rumus molekul kromat didalam tabung A, dengan menganggap pengendapan sempurna Pb(CrO4) 0,88
Rumus molekul kromat didalam tabung B Pb(CrO4) 1,20
Kemungkinan rumus garam kromat PbCrO4

VIII. PERHITUNGAN
 Massa molar Pb(NO3)2 = (BA Pb + 2 x BA N + b x BA O) gram
= (207,2 + 2. 14,0067 + 6. 15.9994) gram
= 331,2 gram

 Jumlah mol Pb(NO3)2 =
=
= 1,33 . 103 mol
 Jumlah mol Pb2+ = Jumlah mol Pb(NO3)2
= 1,364 . 103 mol

 Jumlah mol Pb2+ per ml larutan =
= 6,65 . 105 mol/ml

Dalam campuran no. 3 :
 Jumlah mol Pb2+ = 6,65.105 mol

 Jumlah mol CrO42 = 3 ml . 2.105 mol/ml
= 6.105 mol

 Perbandingan mol
CrO42 dengan Pb2+ = (6.10-5 mol) : (6,65.10-5 mol)
= 0,88 : 1,11

Dalam campuran no. 4 :
 Jumlah mol Pb2+ = 6,65.105 mol

 Jumlah mol CrO42 = 4 ml . 2.105 mol/ml
= 8.105 mol

 Perbandingan mol
CrO42 dengan Pb2+ = (8.105) mol : (6,65.105 mol)
= 1,20 : 1,00

 Maka rumus untuk sampel Pb x CrO4 y ( x : y ) 1:1 PbCrO4







IX. PEMBAHASAN
 Untuk mempercepat proses pengendapan maka dipergunakan centifuge untuk membuat campuran homegen, dengan jalan menset waktu serta kecepatan berputar setiap satuan waktu.
 Dalam meletakkan tabung kita harus menyeimbangkan tempatnya, karena jika tidak seimbang maka akan ada campuran yang tidak homogen.

X. KESIMPULAN
Campuran nomor 3 dengan Pb2+ berlebihan sedangkan campuran nomor 4 memiliki CrO42- yang berlebihan. Kemungkinan rumus garam timbal adalah PbCrO4.

XI. DAFTAR PUSTAKA
 Emil J. Slowinski, Wayne Walsey, William L. Masterton, “Chemical Principle in the laboratory with Qualitatives Analysis”, Holt – Saunders Int. Ed. Japan.
 R. Day, A. Underwood, “Qualitatives Analysis”. Hall of India 1981.
K E S T A B I L A N R E L A T I F I O N K O M P L E K S &
E N D A P A N Y A N G D I B U A T D A R I L A R U T A N T E M B A G A ( II )

I. TUJUAN PERCOBAAN :
 Mengurutkan stabilitas beberapa ion kompleks dari Tembaga (II).
 Mengurutkan stabilitas endapan dari senyawa Tembaga (II).
 Menyimpulkan stabilitas ion kompleks dan endapan dari senyawa Tembaga (II) dengan benar.

II. ALAT YANG DIPAKAI :
 Tabung Reaksi 20 Buah
 Rak Tabung 1 Buah
 Labu Ukur 100 ml dan 250 ml 1+1 Buah
 Gelas kimia 250 ml dan 600 ml 1+1 Buah
 Pipet ukur 5 ml 2 Buah
 Selang karet 1 Buah
 Bola hisap 1 Buah
 Labu Semprot 1 Buah
 Pengaduk Kaca 1 Buah
 Spatula 1 Buah
 Kacamata 1 Buah

III. BAHAN YANG DIGUNAKAN :
 Larutan Cu (NO3)2 0,1 M 250 Ml
 Larutan Amoniak (NH3) 1 M 250 Ml
 Larutan HCl 1 M 250 Ml
 Larutan NaOH 1 M 250 Ml
 Larutan Na2CO3 1 M 250 Ml
 Larutan Na2C2O4 1 M 250 Ml
 Larutan KNO2 1 M 250 Ml
 Larutan Na3PO4 1 M 250 Ml
 Aquadest

IV. DASAR TEORI :
Didalam larutan encer, kation yang dihasilkan dari atom-atom logam transisi, tidak ada sebagai ion bebas tetapi mengandung ion logam dalam penggabungan dengan beberapa molekul air, seperti kation pada ion kompleks. Biasanya mempunyai bilangan 2,4,6 yang diikat secara kimia dengan kation logam, tetapi ikatannya agak lemah, ikatan yang terjadi antara sepasang elekton yang tidak bergabung dari atom-atom oksigen didalam air.
Sebagai contoh molekul NH3 dengsn suatu alasan yang baik merupakan spesies koordinat yang boleh menempati kembali H2O dari hidrat ion Tembaga (II)pada konsentrasi sedang, Amoniak secara khusus semua molekul air mengelilingi ion Cu2+ ditempati kembali oleh molekul NH3 dengan jalan membentuk ion kompleks tembaga amoniak. Pengkoordinat ligan berbeda dalam senyawa kompleks cenderung untuk membentuk ikatan dengan kation logam ; demikian juga dalam suatu larutan berisi kation dan beberapa ligan yang mungkin, suatu kesetimbangan akan tergantung pada banyaknya kation yang dikoordinasi dengan ligan tersebut, dimana kation dengan ligan membentuk ikatan yang paling stabil.
Beberapa anion yang umum dapat menbentuk kompleks termasuk OH , Cl , CN , SCN  dan S2O3 =. Jika larutan mengandung kation logam dicampur dengan larutan lain yang mengandung anion, kadang-kadang terbentuk endapan. Bila larutan 0,1 M Cu(NO3)2 dicampur dengan sedikit larutan 1 M NH3 akan terbentuk endapan dan kemudian larut dalam amoniak berlebih. Endapan yang terjadi adalah Tembaga (II) Hidroksida Hidrous, endapan ini dapat dibentuk dari reaksi Tembaga (II) Hidrat dengan sejumlah kecil ion Hidroksida yang ada dalam larutan NH3, kenyataan reaksi ini terjadi pada keadaan konsentrasi ion OH¬ yang sangat rendah, dan spesies Cu(OH)2(H2O)2 adalah lebih stabil dari pada ion Cu(H2O)42+. Penambahan amoniak berlebih menyebabkan zat padat yang terbentuk larut kembali . kemudian spesies Tembaga dalam larutan tiodak dapat terhidration tembaga ; Mengapa ? Hal ini disebabkan adanya ion komples lain yaitu ion [Cu(NH3)4]2+ kesimpulan dari reaksi tersebut bahwa ion [Cu(NH3)4] adalah lebih stabil dalam larutan NH3 dari pada ion tembaga terhidrat
Untuk menyimpulkan pada penambahan NH3, ion kompleks tembaga amonia pada umumnya lebih stabil dari pada Cu(OH)2 (H2O)2. Hal ini selalu dijamin, karena dibawah kondisi larutan NH3 lebih besar dari pada OH dan pemberian konsentrasi NH3 lebih besar dari ion hidroksida.
Karena konsentrasi ion kompleks tembaga(II) Amonia, adalah sangat rendah, suatu Tembaga(II) didalam sistem akan ada sebagai Hidroksida padat. Dengan kata lain, hidroksida padat adalah lebih stabil dibawah kondisi dari pada ion kompleks amonia. Tetapi hal itu secara tepat apa yang diamati, bila kita mencobakan ion Tembaga hidrat dengan amonia dan kemudia dengan sejumlah ekivalen ion-ion hidraoksida.
Permulaan eksperimen sifat ion Tembaga, kita dapat melibatkan bahwa hidroksida padat merupakan spesies yang ada. Jika konsentrasi ion tembaga sama dengan konsentrasi amonia dan ion hidroksida adalah lebih stabil dibawah keadaan tersebut. Tetapan keseimbangan untuk pembentukan hidroksida adalah lebih besar dari pada tetapan untuk pembentukan kompleks amonia. Dengan penentuan dimana spesies ada jika konsentrasi kation yang ada sama dengan konsentrasi ligan. Kita dapat menyatakan arti sepenuhnya dari stabilitas dibawah setiap kondisi dan dapat mengurutkan tetapan pembentukan untuk ion kompleks yang mungkin sesuai dengan kenaikan harga tetapan. Dalam eksperimen ini anda akan mengemukakan pembentukan reaksi untuk suatu kelompok ion kompleks dan pengendapan melibatkan ion Cu++.
Kaidah-kaidah valensi yang klasis tak berlalu untuk ion kompleks. Untuk menjelaskan sifat-sifat khas dari ikatan kimia dalam ion kompleks, berbagai teori dikembangkan diantaranya:
Sejak tahun 1893, A.Werner mengemukakan pendapatnya bahwa sekian valensi normal, unsur memiliki valensi sekunder yang digunakan bila ion kompleks dibentuk ia memberi arah kepada valensi-valensi sekunder ini, dan dengan itu dapat menjelaskan esistensi dari sreeoisomer ( isomer ruang ) yang dibuat pada jumlah yang banyak pada masa itu.
Belakangan G.N.Lewis (1916) ketika menguraikan teorinya tentang ikatan-ikatan kimia yang didasarkan atas pembentukan kompleks terjadi karena penyumbangan suatu pasangan elektron seluruhnya oleh satu atom ligan kepada atom pusat. Dalam teori, Lewis memberikan penjelasan yang luas tentang struktur-struktur kimia dengsn ungkapan-ungkapan yang sederhana, untuk dapat mengerti dengan lebih mendalam sifat-sifat dari ikatan kimia itu diperlukan perumusan teori yang baru :
Muatan suatu ion kompleks merupakan jumlah muatan ion-ion yang membentuk kompleks itu :
Ag+ + 2 CN  [ Ag(CN)2]
Cu+= + 4 CN  [ Ag(CN)4]2
Fe++ + 6 CN  [ Ag(CN)6]4
Fe 3+ + 6 CN  [ Ag(CN)6]3
Kita dapat menilai kemungkinan-kemungkinan ada tidaknya suatu endapan yang telah ada dilarutkan dengan suatu reagentsia pembentuk kompleks. Jelas, semakin stabil kompleks itu, semakin besar kemungkinan endapan itu akan melarut. Semakin sukarlah untuk menemukan reagentsia pembentuk kompleks yang cocok untuk melarutkanya.


V. PROSEDUR KERJA :
 Disiapkan tabung reaksi yang bersih sebanyak 7 buah lalu beri tanda (nomor),
 Masing-masing tabung reaksi diisi dengan Cu(NO3)2 0,1 M sebanyak 2 ml,
 Kemudian setiap tabung ditambahkan lagi NH3 1 M sebanyak 2 ml ( catat setiap perubahan yang terjadi ),
 Lalu disetiap tabung ditambahkan larutan sebagai berikut :
 Tabung 1 : ditambahkan larutan NH3 1 M sebanyak 2 ml,
 Tabung 2 : ditambahkan larutan HCl 1 M sebanyak 2 ml,
 Tabung 3 : ditambahkan larutan NaOH 1 M sebanyak 2 ml,
 Tabung 4 : ditambahkan larutan Na2CO3 1 M sebanyak 2 ml,
 Tabung 5 : ditambahkan larutan Na2C2O4 1 M sebanyak 2 ml,
 Tabung 6 : ditambahkan larutan KNO2 1 M sebanyak 2 ml,
 Tabung 7 : ditambahkan larutan Na3PO4 1 M sebanyak 2 ml,
 Dihomogenkan larutan yang berada didalam masing-masing tabung reaksi,
 Dicatat semua perubahan yang terjadi pada setiap tabung,
 Diulangi percobaan diatas dengan mengganti larutan NH3 dengan Larutan :
 Larutan HCl 1 M 2 ml
 Larutan NaOH 1 M 2 ml
 Larutan Na2CO3 1 M 2 ml
 Larutan Na2C2O4 1 M 2 ml
 Larutan KNO2 1 M 2 ml
 Larutan Na3PO4 1 M 2 ml






VI. DATA PENGAMATAN :
 Kestabilan relatif dari ion kompleks dan endapan yang berisi Tembaga (II)
NH3 Cl  OH  CO3 = C2O4 = NO2 = PO4 
NH3 Larutan Biru Tua
Endapan putih
Larut dalam NH3 berlebih. Larutan Biru muda (agak keruh) Larutan tidak berwarna
Endapan Biru muda Larutan Biru tua
Endapan gel putih Larutan Biru tua
Endapan putih Larutan Biru tua
Endapan putih Larutan Biru muda
Endapan Biru laut
Cl  Larutan Biru muda
Endapan Hijau keruh Larutan Biru muda Larutan Biru muda Larutan tidak berwarna
Endapan Biru muda Larutan Biru muda Larutan Hijau muda Larutan Biru keruh
Endapan Biru muda
OH  Larutan Biru muda
Endapan gel Hijau tua(banyak) Larutan Biru muda
Endapan gel hijau tua(sedikit) Larutan Biru muda
Endapan gel hijau tua(banyak) Larutan Biru muda Endapan gel hijau tua(sedikit) Larutan Biru muda Endapan gel hijau tua(banyak) Larutan Biru muda Endapan gel hijau tua(sedikit) Larutan Biru muda Endapan gel hijau tua(sedikit)
CO3 = Larutan Biru tua Larutan Biru muda
Endapan putih Larutan tak berwarna
Endapan Biru muda Larutan Biru muda
Endapan gel biru muda Larutan tak berwarna
Endapan Biru muda Larutan tak berwarna
Endapan Biru muda Larutan tidak berwarna
Endapan Biru muda
C2O4 = Larutan Biru tua
Endapan putih
+NH3 berlebih [endapan larut] Larutan Biru muda
Endapan putih Larutan tak berwarna
Endapan Biru muda Larutan Biru muda
Endapan Biru muda Larutan Biru muda
Endapan larut Larutan Biru muda
Endapan larut Larutan Biru muda
Endapan gel Biru muda(banyak)
NO2 = Larutan Biru
Endapan putih Larutan Hijau muda Larutan Biru muda
Endapan gel Hujau Larutan Biru
Endapan gel Larutan Biru muda
Endapan putuh Larutan Hijau muda Larutan tak berwarna
Endapan gel Biru tua
PO4  Larutan Biru tua
Endapan gel putih kebiruan Larutan Biru muda
Endapan putih Larutan tak berwarna
Endapan Biru muda Larutan Biru keruh Larutan tak berwarna
Endapan Biru kehijauan Larutan tak berwarna
Endapan Biru kehijauan Larutan Biru muda(keruh)

VII. PEMBAHASAN :
 pada penetapan kestabilan ion kompleks dan endapan dari larutan Tembaga(II), reaksi-reaksi yang terjadi adalah berupa reaksi pembentukan kompleks dan pembentukan endapan.
 Reaksi pembentukan kompleks terjadi pada reaksi antara larutan Tembaga(II) dengan NH3, NO2, serta pada reaksi antara larutan Tembaga (II) dengan ion OH yaitu membentuk kompleks [Cu(NH3)4]=, yang berupa larutan berwarna biru pekat.



 Reaksi yang terjadi ialah :
[Cu(H2O)4]++ + NH3 Biru muda Cu(OH)2 (H2O)2 + NH4+
Cu(OH)2 (H2O)2 + NH4 Biru pekat [Cu(NH3)4]++ + 2 OH - + 2 H2O
[Cu(NH3)4]++ + Cl - CuCl2 + 4 H2O
CuCl2 + 4 OH - Biru Cu(OH)2 + 2 Cl –
CuCl2 + CO3= Biru CuCO3 + 2 Cl –
CuCl2 + C2O4= Biru CuC2O4 + 2 Cl –
CuCl2 + 4 NO2 Hijau Cu(OH)2 + 2 Cl –
CuCl2 + 2 PO4 Cu(PO4)2 + 6 Cl –
[Cu(H2O)4]++ + 2 OH - Cu(OH)2 (H2O)2 + 2 H2O
Cu(OH)2 (H2O)2 + 4 NH3 [Cu(NH3)4]++ + 2 OH - + 2 H2O
Cu(OH)2 (H2O)2 + CO3= Biru CuCO3 + 2 OH –
[Cu(H2O)4]++ + CO3= CuCO3 + 4 H2O
CuCO3 + 4 NH3 [Cu(NH3)4]++ + CO3=
3 CuCO3 + 2 PO4 [Cu3(PO4)2 + 3 CO3=
[Cu(H2O)4]++ + C2O4 = CuC2O4 + 4 H2O
CuC2O4 + 4 NH3 [Cu(NH3)4]++ + C2O4 =
CuC2O4 + 4 OH - [Cu3(PO4)2 + 3 CO3=
CuC2O4 + 4 NO2 - [Cu(NO2)4]= + C2O4 =
3 CuC2O4 + 2 PO4 [Cu3(PO4)2 + 3 C2O4 =
3 [Cu(H2O)4]++ + 4 NO2 - [Cu(NO2)4]= + 4 H2O
[Cu(NO2)4]= + 2 OH - + 2 H2O Cu(OH)2 (H2O)2 + 4 NO2 –
[Cu(NO2)4]= + CO3= CuCO3 + 4 NO2 –
[Cu(NO2)4]= + C2O4= CuC2O4 + 4 NO2 –
3 [Cu(NO2)4]= + 2 PO4 Cu3(PO4) + 12 NO2 –
3 [Cu(NO2)4]= + 2 PO4 Cu3(PO4)2 + 12 H2O
Cu3(PO4)2 + 12 NH¬3 2 [Cu(NO2)4]= + 2 PO4

VIII. KESIMPULAN :
 Senyawa kompleks yang terbentuk dari larutan Tembaga (II) adalah [Cu(OH)2 (H2O)2] ; [Cu(NH3)4]++ dan [Cu(NO2)4]= dengan urutan kestabilan sebagai berikut :
[Cu(OH)2 (H2O)2] > [Cu(NO2)4]= > [Cu(NH3)4]++.
 Endapan yang terbentuk dari larutan Tembaga (II) adalah Cu3(PO4)2, CaCO3, dan CuC2O4, dengan urutan kestabilan endapan adalah :
CaCO3 > Cu3(PO4)2 > CuC2O4

IX. PERTANYAAN :
 Dalam mengetes kestabilan relatif dari spesies Tembaga (II). Seorang mahasiswa menambahakn 2 ml larutan NH3 1 M kedalam 2 ml larutan 0,1 M Cu(NO3)2. Ia mengamati bahwa mula-mula terbentuk endapan biru. Tetapi jika NH3 berlebihan ditambahkan maka endapan akan larut dan larutan berubah menjadi biru tua. Penambahan n2 ml larutan NaOH 1 M pada larutan biru tua menghasilkan endapan berwarna biru :
 Bagaimana rumus spesies tembaga (II) dalam larutan berwarna biru tua.
 Bagaimana rumus endapan yang terjadi, setelah penambahan larutan NaOH 1 M ?
 Spesies mana yang lebih stabil, jika konsentrasi NH3 dan ion OH  adalah sama. Satu pada a dan satu pada b.
Jawaban :  [Cu(NH3)4]++
 [Cu(OH)2 (H2O)2]
 Yaitu pada ion OH  { [Cu(OH)2 (H2O)2] }

X. DAFTAR PUSTAKA :
 Emil j. Slowinsky, 1983, Chemical principles in the laboratory with qualitatives analisis, Alternate Edition, Japan, Holt-saunders Int.ed.
GAS DAN TITIK NOL ABSOLUT

I. Tujuan :
 Setelah melakukan percobaan, dapat menerangkan kelakuan gas pada volume konstan dengan kondisi tekanan dan temperatur yang berbeda.
 Dapat mengerti prinsip kerja Hg-U manometer dan termometer gas.
 Dapat membedakan antara skala Celcius dan skala Kelvin, dan memperkirakan temperatur nol absolut.

II. Perincian kerja :
 Menyelidiki kelakuan gas pada berbagai kondisi tekanan, temperatur (Hukum gas).
 Menggunakan Hg – U manometer.
 Menentukan koefisisen ekspansi untuk udara.
 Menentukan/memperkirakan temperatur titik nol absolut.
 Menggunakan termometer digital dan termokopel.

III. Alat yang Digunakan :
 Gelas kimia 5.000 ml 1 Buah
 Labu leher bulat 1.000 ml 1 Buah
 Termometer 3 Buah
 Manometer Hg – U 1 Buah
 Pipa kaca dan pengaduk 1+1 Buah
 Sumbat labu leher bulat 1 Buah
 Klem + Selang 2+3 Buah
 Heater Spiral 1 Buah

IV. Bahan yang digunakan :
 Air demineral dan Es

V. Dasar teori :
 Hukum-hukum gas :
 Hukum Boyle
Penemuan bahwa tekanan udara dapat diukur dalam bentuk tinggi kolom cairan, segera mendorong pengkajian yang cermat mengenai perubahan volume contoh-contoh gas dengan berubahnya tekanan. Perilaku yang dibuktikan oleh eksperimen yang serupa bersifat khas dari semua gas. Pada temperatur konstan apa saja, makin besar tekanan suatu contoh gas, makin kecil volumenya. Karena semua gas bertindak seperti ini disebut suatu hukum alam. Pertama kali diperagakan kira-kira dalam tahun 1660 oleh Robert Boyle, hukum ini dikenal dengan hukum Boyle. Jika temperatur tetap konstan, volume suatu massa tertentu berbanding terbalik dengan tekanan. Secara matematis dapat ditulis :


Dengan menggunakan data dari contoh khusus nampak bahwa perkalian tekanan dan volume adalah konstan:
1.480 mm x 50 ml = 74.000 mm.ml
740 mm x 100 ml = 74.000 mm.ml

Artinya : v = Konstan jika dinyatakan secara matematis dengan cara lain.
…………… (1)

Lambang V1 dan P1 merujuk ke volume dan tekanan awal, V2 dan P2 merujuk ke volume dan tekanan pada kondisi baru atau yang telah diubah.

 Memecahkan masalah-masalah Hukum Gas
Banyak diantara masalah yang berkaitan dengan hukum gas yang dapat dipecahkan dengan cara sistematis yang sama. Pertama, harus dipahami bahwa untuk memeriksa dengan lengkap suatu contoh gas, empat besaran harus diketahui : Banyaknya materi yang ada (Dinyatakan dalam massa atau banyaknya mol), Volume, Tekanan dan Temperatur. Kedua, seringkali ternyata menolong untuk mendaftar satu perangkat kondisi yang memberikan gas itu dalam keadaan aslinya dan seperangkat lain yang memerikan gas itu dalam keadaan yang telah berubah. Biasanya problem itu dapat dirumuskan sebagai problem dimana suatu besaran anu dalam keadaan berubah harus dicari.
Katakan terdapat gas dengan massa tertentu m, menghuni volume asli V1, pada tekanan tertentu P1, dan gas itu diubah ke tekanan P2. problemnya ialah menghitung volume V2 dalam keadaan terubahkan. Informasi tambahan ialah bahwa temperatur awal dan akhir sama, sebesar T. Tentu saja diandaikan (Biasanya tidak disebut) bahwa tak ada kebocoran dalam alat, sehingga massa gas juga konstan. Dapatlah informasi ini ditata dalam tabel berikut:
m V P T
Asli k V1 (diketahui) P1 (diketahui) k
Diubah k V2 (?) P2 (diketahui) k

Untuk menyatakan bahwa suatu variabel tidak berubah, ditulis lambang k, yang menunjukkan suatu tetapan (konstanta). Mentabelkan informasi itu akan memperjelas bahwa hanya tekanan dan volume berubah, dan karena itu hukum Boyle dapat diterapkan.

 Pengaruh Temperatur
Jika kuantitas tertentu gas dikurung pada tekanan konstan dalam sebuah bejana, volume gas akan berubah dengan temperatur. Gas terkurung diatas cairan dalam suatu silinder berskala yang diselubungi suatu selubung lewat mana dapat dialirkan suatu cairan pada temperatur tertentu. bila temperatur dinaikkan, volume gas bertambah, bila diturunkan volume berkurang. Dengan menaik turunkan labu pengatur permukaan cairan, permukaan dalam labu ; dengan cara ini tekanan gas yang terkurung dapat dijaga agar konstan dan sama dengan tekanan udara luar (tekanan gas dapat juga dibuat konstan dibawah atau diatas tekanan udara luar, dengan meletakkan labu itu pada posisi yang benar).
Katakan suatu silinder mengandung 100 ml udara kering pada 0C. Tabel 4-1 mencantumkan volume udara itu pada pelbagai temperatur lain. Untuk mengurung udara dibawah –38,87C, haruslah digunakan cairan lain pengganti merkurium, karena merkurium membeku pada dan dibawah temperatur itu ; juga diatas 100C penguapan merkurium mulai menambah volume gas yang terkurung.

Tabel 4.1 Perubahan volume udara dengan berubahnya temperatur, pada tekanan konstan.
Temperatur, C Volume, ml
273
200
150
100
50
0
- 50
- 100
- 150 200
173
155
137
128
100
82
63
45

Data dari tabel dialurkan pada grafik pada gambar 4.3. Dalam jangka temperatur yang luas, terdapat hubungan garis lurus antara perubahan temperatur dan perubahan volume. Pada temperatur yang sangat rendah, udara akan mencair. Volume mengecil secara mendadak bila terbentuk cairan. Hubungan garis lurus antara temperatur dan volume menunjukkan bahwa perubahan dalam volume gas berbanding lurus dengan perubahan temperatur, artinya :
ΔV α ΔT

Kesebandingan ini pertama-tama dijumpai oleh ilmuan Perancis, Jacque Charles kira-kira dalam tahun 1787 dan dinyatakan dalam rumus umum oleh J.L. Gay-Lussac dalam tahun 1802.



 Skala Mutlak Temperatur
Ekstrapolasi garis lurus dalam Gambar 4.3 mendorong ke gagasan bahwa seandainya temperatur cukup direndahkan volume yang dihuni oleh udara itu akan menjadi nol. Meskipun sukar dibayangkan bahwa materi dapat bervolume nol, temperatur yang berkaitan dengan “volume nol” pada grafik itu sangat penting artinya. Temperatur ini, yang menurut perhitungan adalah 273,15 dibawah 0Celcius, disebut nol mutlak. Meskipun ekstrapolasi sederhana seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4.3 menyatakan bahwa temperatur nol mutlak itu ada, baru dalam tahun 1848 Lord Kelvin secara meyakinkan memperagakan berlakunya skala temperatur mutlak.

Pada skala Kelvin itu, nol mutlak diberi harga 0K. suatu perubahan 1K sama besarnya dengan perubahan 1C, sehingga titik beku air, yang 273,15 derajat diatas nol mutlak, mempunyai harga sebesar 273,15K pada skala Kelvin. Mengubah 0C ke K, 273 (lebih tepat 273,15) harus ditambahkan ke temperatur Celcius.
Tak terdapat temperatur tertinggi yang dapat dihitung karena tak dikenal data atas teoritis untuk temperatur. Temperatur didalam matahari diperkirakan setinggi 30.000.000 K ; temperatur yang dicapai dalam ledakan bom hidrogen diperkirakan 100.000.000 K.

 Hukum Charles
Dalam gambar 4.3 grafik garis lurus temperatur suatu gas versus volumenya menunjukkan bahwa perubahan dalam besaran – besaran ini berbanding lurus satu sama lain. Namun, angka banding langsung antara volume dan temperatur tak diperoleh jika temperatur yang digunakan diambil dari skala Celsius atau Fahrenheit. Bilangan dalam skala-skala ini hanyalah harga relatif. Baik 0C maupun 0F tidak menyatakan ketiadaan temperatur, karena pada masing-masing skala ini masih dapat dibaca temperatur “dibawah nol”.
Karena hanya dalam skala mutlak nol berarti tak ada temperatur, rujukan apa saja ke angka banding langsung antara volume dan temperatur haruslah menyebut bahwa digunakan harga-harga mutlak. Pernyataan hubungan ini dikenal sebagai hukum Charles. Jika tekanan tak berubah, volume gas dengan massa tertentu, berbanding lurus dengan temperatur mutlak. Secara matematis,
V α T
Dengan menggunakan data dari tabel dan mengubah ke temperatur mutlak, nampak bahwa koefisien volume dibagi oleh temperatur mutlak suatu konstanta :




Artinya, V/T = suatu konstanta, atau :

……………. (2)



 Hubungan antara Tekanan dan Temperatur
Terutama dinegeri subtropis, setelah diukur pada pagi hari yang dingin, tekanan udara dalam ban ditengah hari dimusim panas dapat naik secara menyolok setelah mobil dikendarai beberapa jam. Sementara itu volume ban praktis tidak bertambah. Hubungan antara tekanan dan temperatur pada volume konstan tidak lazim dirujuk ke nama penemunya, agaknya karena hubungan ini dikenal secara bertahap oleh beberapa penyelidik. Kadang-kadang diberi nama menurut nama Joseph Gay-Lussac dan kadang-kadang menurut nama Guillaume Amontons, yang menghubungkan tekanan gas ke temperaturnya dan membuat suatu termometer gas atas dasar ini dalam tahun 1703. sumbangan kedua ilmuan ini akan kita hargai dengan menyebut hubungan itu hukum Gay Lussac dan Amontons. Tekanan gas dengan massa tertentu berbanding lurus dengan temperatur mutlak, bila volume tidak berubah. Dinyatakan secara matematis:
P α T
Atau P/T = suatu konstanta. Pernyataan yang setara adalah

……………. (3)


 Aplikasi hukum-hukum gas pada percobaan
Percobaan kali ini akan diselidiki hubungan antara tekanan dan temperatur gas pada volume konstan. Selanjutnya akan digunakan hubungan antara tekanan dan temperatur untuk membuat kurva antara tekanan vs temperatur. Dari hukum Charles dapat diketahui bahwa jika sejumlah volume gas dijaga agar tekanannya konstan, maka volume gas akan berbanding lurus dengan temperatur absolut.
Dapat dilihat pula bahwa dari ekstrapolasi terhadap garis lurus akan diperoleh harga volume nol, pada temperatur –273C atau 0K. Tetapi karena volume pada tekanan konstan dan tekanan pada volume konstan adalah berbanding lurus terhadap temperatur (hukum Gay Lussac) volume pada grafik 4.3 (sumbuY) dapat diganti dengan tekanan, sehingga diperoleh grafik yang sejenis (tekanan vs temperatur) jika kita lakukan ekstrapolasi terhadap garis lurus maka akan diperoleh harga tekanan nol, pada temperatur –273C atau 0K.
Untuk membuat grafik tekanan vs temperatur paling sedikit dibutuhkan 3 titik yang diukur pada volume konstan.
Isi labu gelas dengan udara dan dihubungkan dengan pipa karet vakum (vacum rubber hose). Setelah labu gelas didinginkan hingga 0C, tekanan udara dalam labu akan turun. Hal ini dapat diukur dengan Hg – U manometer p antara nol mmHg dan kenaikan tinggi kolom pada sisi kiri sesuai dengan penurunan tekanan. Dengan demikian diperoleh :
P0 = Patm – ΔP
T0 = 0C atau 273K
P0 adalah tekanan pada 0C atau 273K, ini adalah titik pertama pada grafik antara tekanan vs temperatur. Jika temperatur dalam labu yang berisi udara dinaikkan 1C atau 1K tekanan akan bertambah sebanding dengan kenaikan temperatur (pers 3 Hukum Gay Lussac).


P0 = P1 P1 = Tekanan pada T1
T0 T1 T1 = 1C atau 274K

Dengan demikian dapat kita tulis :
=
Atau dalam bentuk yang lebih umum
Pt = Po ( 1 + Δt)………..(4)
Perbedaan temperatur dalam C atau K
Pt = Tekanan pada temperatur t
Δt = Temperatur dalam C
= 1/273 K-1 (koefisien ekspansi untuk gas ideal)

Persamaan (4) adalah bentuk persamaan dari grafik, tekanan vs temperatur yang ada, yang percobaan ini divariasikan untuk temperatur 0 – 100C. Jika P0 (tekanan pada 0C) diketahui, tekanan Pt pada temperatur (C) yang lain dapat dihitung.
Jika garis lurus pada grafik tekanan vs temperatur diekstrapolasi hingga Pt = C, maka dari persamaan (4) dapat dilihat temperatur yang sesuai adalah sekitar –273C, atau 0K.
Koefisien ekspansi ……………… (4)

Hanya berlaku untuk gas ideal.
Tapi pada kenyataannya tidak terdapat gas ideal. Semua gas akan mencair pada kondisi temperatur dan tekanan tertentu. dengan demikian grafik vs tekanan untuk gas nyata hanya beralaku untuk range tertentu, tetapi dalam range ini untuk kebanyakan gas nyata hampir sama, seperti dapat dilihat pada tabel :

Koefisien ekspansi γ- untuk beberapa gas :

Udara 0,003674 K-1
H2 0,003663 K-1
He 0,003660 K-1
CO2 0,003726 K-1

Untuk tujuan-tujuan praktis dapat kita asumksikan bahwa pada temperatur dan tekanan lingkungan, H2, helium dan udara berkelakuan mendekat gas ideal sebab jauh dari titik cairnya (embunnya). Pada percobaan ini udara ditentukan dengan persamaan (4) :
Pt1 = Po (1 + γ Δt1) atau Po = Pt / (1 + γ Δ t1)
Pt2 = Po (1+ γ Δt2) atau Po = Pt / (1 + γ Δ t2)
Dari dua persamaan diatas diperoleh :


 Prinsip Termometer gas
Pada termometer gas penentuan temperatur didasarkan pada prinsip alat ukur tekanan dengan hukum Gay – Lussac.Dengan dapat digerakkannya tabung sebelah kanan, maka permukaan Hg pada kaki sebelah kiri dapat diatur pada ketinggian hL dengan menyentuh jarum), oleh sebab itu volume gas dalam labu dapat dibuat konstan untuk setiap pengukuran temperatur. Perbedaan tekanan yang diakibatkan kenaikan temperatur sebanding dengan perbedaan tinggi permukaan h = hr – hL (mmHg).
Adanya perbedaan temperatur t1 dan t2 akan mengakibatkan perbedaan tinggi permukaan Hg, h1 dan h2. dari hubungan tekanan h1 dan h2 serta dari tekanan barometer b kita peroleh tekanan dalam labu A.
P1 = b + h1 P2 = b + h2

Sesuai dengan persamaan (4) maka :
P2 = P1 (1 + γ Δ t) jika P1 = Tekanan pada 0C (camp. Air – es)

VI. Prosedur Pengerjaan
 Ditempatkan labu gelas pada sandaran dan dihubungkan dengan Hg – U manometer,
 Dicatat temperatur dan tekanan ruang serta diatur agar Hg – U manometer pada posisi 0 mmHg,
 Dimasukkan labu gelas secara keseluruhan kedalam air es, di tunggu agar permukaan Hg menjadi konstan,
 Dikeluarkan dari air es dan dibiarkan labu menjadi panas sesuai dengan temperatur ruangan,
 Diambil waterbath dan dimasukkan labu secara lengkap didalamnya, dipanaskan sekitar 30C, dicatat temperatur sesungguhnya jika temperatur sudah konstan,
 Air dipanaskan hingga mencapai suhu 40C dicatat temperatur sesungguhnya jika temperatur sudah konstan (diulangi untuk suhu 50C dan 60C),
 Dihitung tekanan P didalam labu dari perbedaan tekanan dan tekanan barometer b untuk tiap temperatur yang sesuai
 Dibuat grafik tekanan P dan temperatur dan ekstrapolasi garis yang terbentuk sampai P = 0 mmHg, untuk temperatur digunakan skala C atau K
 Ditentukan udara dari pengukuran P pada 0C dan titik didih t b dengan menggunakan persamaan 5 dan dibuat hubungan antara tekanan dan temperatur.

VII. Data Pengamatan:
Temperatur (C) h (mmHg) p (mmHg)
6 77 670
16 0 747
31 0 802
40 72 819
50 109 856

Volume labu : 1.140 cm3
Diameter selang : 8 mm = 0,8 cm
VIII. Perhitungan :
 T = 0C
V = Vlabu – π / 4 . d2 . t
= 1.140 cm3 – 3,14 / 4 x 0,82 x ½ 8 cm
= 1.140 cm3 – 0,785 x 0,64 x 4 cm
= 1.140 cm3 – 2,0096 cm
= 1.137,9904 cm3 = 1.137,9904 ml

 Untuk T = 0C
Dik:
To = 0C = 273K
P1 = Pruang = 746 mmHg
T1 = Truang = 31 + 273K = 304K
V1 = 1.140 cm3
Dit:
P0C = ….?
Penyelesaian:



 Untuk T = 30C
V = Vlabu – π / 4 . d2 . t
= 1.140 cm3 – 3,14 / 4 x 0,82 x ½ 0 cm
= 1.140 cm3 – 0,785 x 0,64 x 0 cm
= 1.140 cm3 – 0 cm
= 1.140 cm3 = 1.140 ml



 Untuk T = 40C
V = Vlabu – π / 4 . d2 . t
= 1.140 cm3 – 3,14 / 4 x 0,82 x ½ 6 cm
= 1.140 cm3 – 0,785 x 0,64 x 3 cm
= 1.140 cm3 – 1,5072 cm
= 1.138,4928 cm3 = 1.138,4928 ml


 Untuk T = 50C
V = Vlabu – π / 4 . d2 . t
= 1.140 cm3 – 3,14 / 4 x 0,82 x ½ 12,4 cm
= 1.140 cm3 – 0,785 x 0,64 x 6,2 cm
= 1.140 cm3 – 3,1149 cm
= 1.136,8851 cm3 = 1.136,8851 ml



 Untuk T = 60C
V = Vlabu – π / 4 . d2 . t
= 1.140 cm3 – 3,14 / 4 x 0,82 x ½ 19,4 cm
= 1.140 cm3 – 0,785 x 0,64 x 9,7 cm
= 1.140 cm3 – 4,8733 cm
= 1.135,1267 cm3 = 1.135,1267 ml



 Untuk harga koefisien ekspansi
Dimana :
P2 = T
P1 = R
Δt2 = 333K – 304K = 29K
Δt1 = 273K – 304K = 31K




IX. Pembahasan hasil percobaan :
Percobaan ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara tekanan dan temperatur gas pada volume konstan. Hubungan ini dapat dilihat dari gambar grafik. Dilihat dari grafik tampak jelas masih terdapat kesalahan dalam percobaan.
Koefisien ekspansi untuk gas ideal yaitu 0,00366 K-1, namun dalam kenyataannya dalam percobaan kami memperoleh beda yang sangat jauh. Ini mungkin diakibatkan karena semua gas akan mencair pada tekanan dan temperatur tertentu.
Sesuai dengan hukum gay lussac dan Amontons tentang hubungan tekanan dan temperatur diperoleh bahwa tekanan udara di dalam labu bulat berbanding lurus dengan temperatur mutlak bila volumenya tidak berubah. Artinya semakin besar tekanan di dalam labu maka temperatur di dalam labu pun akan meningkat jika volumenya tetap.
Pada temperatur di bawah suhu ruang dalam artian 0oC diperoleh Hg-U manometer bergerak ke arah labu sehingga volume udara di dalam labu mengecil dan sebaliknya pada temperatur di atas suhu ruang dalam artian setelah air dipanaskan dari 30C sampai 60C volume udara dalam labu bertambah sehingga cairan Hg-U manometer bergerak ke arah berlawanan






Grafik hubungan antara Tekanan dengan Temperatur



























X. Kesimpulan :
 Tekanan pada suhu 30C adalah
 Tekanan pada suhu 40C adalah
 Tekanan pada suhu 50C adalah
 Tekanan pada suhu 60C adalah
 Dari hasil percobaan disimpulkan bahwa Koefisien ekspansi dari udara dalam ruangan pada saat praktikum adalah

XI. Jawaban Pertanyaan :
 Pada thermometer gas, pada kaki sebelah kiri Hg dapat digerak-gerakkan untuk menjaga agar permukaan Hg pada kaki kiri konstan (volume yang tetap dalam labu A mengikuti hukum Gay Lussac). Pada percobaan ini tabung Hg – U manometer adalah tetap. Apa akibatnya. Berikan pernyataan dan buat perkiraan untuk menunjukan kemungkinan perbedaan besarnya tekanan di dalam labu.
 Akan berakibat volume gas didalam labu akan dapat kita buat konstan untuk setiap pengukuran temperatur.
 Kita dapat memperkirakan besarnya beda tekanan yang terjadi didalam labu karena tekan gas dengan cara memperhatikannya pada tabung Hg – U manometer besarnya skala yang ditunjukan oleh kedua sisi Hg, dengan jalan mengukur jauhnya setiap sisi dan hal ini dijadikan besarnya beda tekanan yang terjadi didalam labu.
 Yang mana dari 2 temperatur tetap (fix points) dalam skala Celcius dan bagaimana cara mengukurnya ?
 Yaitu 0C, diukur dengan menggunakan thermometer raksa, dengan melihat skalanya pada thermometer yang terdapat didalam labu bulat dan ditunggu selama 2 menit hingga suhu konstan.
 Bagaimana hubungan antara skala Celcius dan Kelvin !
 Skala celcius jika dihubungkan dengan skala Kelvin maka harga temperatur 0C akan setara dengan 273K (tetapi sebenarnya yang tepat adalah 273,15K), dan jika celcius ingin dikompersikan kedalam Kelvin maka cukup tinggal menambahkan besarnya xC dengan 273K
 Apa defenisi titik nol absolut !
 Titik nol absolut adalah temperature yang berkaitan dengan volume nol yang menurut perhitungan adalah 273,17 derajat dibawah 0C
 Bagaimana caranya mengkalibrasi (secara kasar) thermometer gas, jika tidak terdapat thermometer yang tepat ; sedang yang ada hanya barometer.
 Untuk pertanyaan ini tidak terjawab, karena berhubung tidak dipraktekkan.

XII. Daftar pustaka :
 Sienko M.J, Experimental Chemistry, MC Graw-Hill, Singapore, 1985.
GAS DAN TITIK NOL ABSOLUT

1. Tujuan:
- Setelah melakukan percobaan kita dapat menerangkan kelakuan gas pada volume konstan dengan kondisi tekanan dan temperatur yang berbeda.
- Kita dapat mengerti prinsip kerja Hg-U manometer dan termometer gas.
- Kita dapat membedakan antara skala Celcius dan skala Kelvin, dan memperkirakan temperatur nol absolut.
2. Perincian kerja:
- Menyelidiki kelakuan gas pada berbagai kondisi tekanan dan temperatur (Hukum gas).
- Menggunakan Hg – U manometer.
- Menentukan koefisisen ekspansi untuk udara.
- Menentukan/memperkirakan temperatur titik nol absolut.
- Menggunakan termometer digital dan termokopel.
3. Alat dan bahan:
A. Alat:
- Gelas kimia 5000 ml 1 Buah
- Labu leher bulat 1000 ml 1 Buah
- Termometer 3 Buah
- Manometer Hg – U 1 Buah
- Pipa kaca dan pengaduk 1+1 Buah
- Sumbat labu leher bulat 1 Buah
- Klem + Selang 2+3 Buah
- Heater Spiral 1 Buah
B. Bahan
- Air



4. Dasar teori:
 Hukum-hukum gas :
- Hukum Boyle
Penenmuan bahwa tekanan udara dapat diukur dalam bentuk tinggi kolom cairan segera mendorong pengkajian yang cermat mengenai perubahan volume contoh-contoh gas dengan berubahnya tekanan. Perilaku yang dibuktikan oleh eksperimen yang serupa bersifat khas dari semua gas. Pada temperatur konstan apa saja, makin besar tekanan suatu contoh gas, makin kecil volumeny. Karena semua gas bertindak seperti ini disebut suatu hukum alam. Pertama kali diperagakan kira-kira dalam tahun 1660 oleh Robert Boyle, hukum ini dikenal dengan hukum Boyle. Jika temperatur tetap konstan, volume suatu massa tertentu berbanding terbalik dengan tekanan. Secara matematis :

Dengan menggunakan data dari contoh khusus nampak bahwa perkalian tekanan dan volume adalah konstan:
1,480 mm x 50 ml = 74,000 mm.ml
740 mm x 100 ml = 74,000 mm.ml
Artinya : v = Konstan jika dinyatakan secara matematis dengan cara lain.


Lambang V1 dan P1 merujuk ke volume dan tekanan awal, V2 dan P2 merujuk ke volume dan tekanan pada kondisi baru atau yang telah diubah.
- Memecahkan Masalah-masalah Hukum Gas
Banyak diantara masalah yang berkaitan dengan hukum gas yang dapat dipecahkan dengan cara sistematis yang sama. Pertama, harus difahami bahwa untuk memeriksa dengan lengkap suatu contoh gas, empat besaran harus diketahui : Banyaknya materi yang ada (Dinyatakan dalam massa atau banyaknya mol), Volume, Tekanan dan Temperatur. Kedua, seringkali ternyata menolong untuk mendaftarsatu perangkat kondisi yang memerikan gas itu dalam keadaan aslinya dan seperangkat lain yang memerikan gas itu dalam keadaan yang telah berubah. Biasanya problem itu dapat dirumuskan sebagai problem dimana suatu besaran anu dalam keadaan berubah harus dicari.
Katakan terdapat gas dengan massa tertentu m, menghuni volume asli V1, pada tekanan tertentu P1, dan gas itu diubah ke tekanan P2. problemnya ialah menghitung volume V2 dalam keadaan terubahkan. Informasi tambahan ialah bahwa temperatur awal dan akhir sama, sebesar T. tentu saja diandaikan (Biasanya tidak disebut) bahwa tak ada kebocoran dalam alat, sehingga massa gas juga konstan. Dapatlah informasi ini ditata dalam tabel berikut:
m V P T
Asli k V1(diketahui) P1(diketahui) k
Diubah k V2 (?) P2(diketahui) k

Untuk menyatakan bahwa suatu variabel tidak berubah, ditulis lambang k, yang menunjukkan suatu tetapan (konstanta). Mentabelkan informasi itu akan memperjelas bahwa hanya tekanan dan volume berubah, dan karena itu hukum Boyle dapat diterapkan.
- Pengaruh Temperatur
Jika kuantitas tertentu gas dikurung pada tekanan konstan dalam sebuah bejana, volume gas akan berubah dengan temperatur. Gas terkurung diatas cairan dalam suatu silinder berskala yang diselubungi suatu selubung lewat mana dapat dialirkan suatu cairan pada temperatur tertentu. bila temperatur dinaikkan, volume gas bertambah, bila diturunkan volume berkurang. Dengan menaik turunkan labu pengatur permukaan cairan, permukaan dalam labu; dengan cara ini tekanan gas yang terkurung dapat dijaga agar konstan dan sama dengan tekanan udara luar (tekanan gas dapat juga dibuat konstan dibawah atau diatas tekanan udara luar, dengan meletakkan labu itu pada posisi yang benar).
Katakan suatu silinder mengandung 100 ml udara kering pada 00 C. Tabel 4-1 mencantumkan volume udara itu pada pelbagai temperatur lain. Untuk mengurung udara dibawah – 38,870 C, haruslah digunakan cairan lain pengganti merkurium, karena merkurium membeku pada dan dibawah temperatur itu; juga diatas 1000 C penguapan merkurium mulai menambah volume gas yang terkurung.
Tabel 4.1 Perubahan volume udara dengan berubahnya temperatur, pada tekanan konstan.
Temperatur, 0 C Volume, ml
273
200
150
100
50
0
- 50
- 100
- 150 200
173
155
137
128
100
82
83
45
Data dari tabel dialurkan pada grafik pada gambar 4.3. Dalam jangka temperatur yang luas, terdapat hubungan garis lurus antara perubahan temperatur dan perubahan volume. Pada temperatur yang sangat rendah, udara akan mencair. Volume mengecil secara mendadak bila terbentuk cairan. Hubungan garis lurus antara temperatur dan volume menunjukkan bahwa perubahan dalam volume gas berbanding lurus dengan perubahan temperatur, artinya :
ΔV α ΔT
Kesebandingan ini pertama-tama dijumpai oleh ilmuan Perancis, Jacque Charles kira-kira dalam tahun 1787 dan dinyatakan dalam rumus umum oleh J.L. Gay-Lussac dalam tahun 1802.
Volume ml











-273 -200 -100 0 100 200
Temperatur 0 C
Gambar 4.3 suatu grafik daripada data dalam tabel 4-1 yang menunjukkan bahwa pada tekanan konstan, perubahan volume suatu gas berbanding lurus dengan perubahan temperatur
- Skala Mutlak Temperatur
Ekstrapolasi garis lurus dalam Gambar 4.3 mendorong kegagasan bahwa seandainya temperatur cukup direndahkan volume yang dihuni oleh udara itu akan menjadi nol. Meskipun sukar dibayangkan bahwa materi dapat bervolume nol, temperatur yang berkaitan dengan “volume nol” pada grafik itu sangat penting artinya. Temperatur ini, yang menurut perhitungan adalah 273,150 dibawah 00 Ceelcius, disebut nol mutlak. Meskipun ekstrapolasi sederhana seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4.3 menyatakan bahwa temperatur nol mutlak itu ada, baru dalam tahun 1848 Lord Kelvin secara meyakinkan memperagakan berlakunya skala temperatur mutlak. Pada skala Kelvin itu, nol mutlak diberi harga 0 K. suatu perubahan 1 K sama besarnya dengan perubahan 10 C, sehingga titik beku air, yang 273,15 derajat diatas nol mutlak, mempunyai harga sebesar 273,15 K pada skala Kelvin. Mengubah 0C ke K, 273 (lebih tepat 273,15) harus ditambahkan ketemperatur Celcius.
Tak terdapat temperatur tertinggi yang dapat dihitung karena tak dikenal data atas teoritis untuk temperatur. Temperatur didalam matahari diperkirakan setinggi 30.000.000 K; temperatur yang dicapai dalam ledakan bom hidrogen diperkirakan 100.000.000 K.
- Hukum Charles
Dalam gambar 4.3 grafik garis lurus temperatur suatu gas versus volumenya menunjukkan bahwa perubahan dalam besaran-besaran ini berbanding lurus satu sama lain. Namun, angka banding langsung antara volume dan temperatur tak diperoleh jika temperatur yang digunakan diambil dari skala Celsius atau Fahrenheit. Bilangan dalam skala-skala ini hanyalah harga relatif. Baik 00 C maupun 00 F tidak menyatakan ketiadaan temperatur, karena pada masing-masing skala ini masih dapat dibaca temperatur “dibawah nol”.
Karena hanya dalam skala mutlak 0 berarti tak ada temperatur, rujukan apa saja keangka banding langsung antara volume dan temperatur haruslah menyebut bahwa digunakan harga-harga mutlak. Pernyataan hubungan ini dikenal sebagai hukum Charles. Jika tekanan tak berubah, volume gas dengan massa tertentu, berbanding lurus dengan temperatur mutlak. Secara matematis,
V α T
Dengan menggunakan data dari tabel dan mengubah ke temperatur mutlak, nampak bahwa koefisien volume dibagi oleh temperatur mutlak suatu konstanta :
155 ml = 0,366 ml/K
150+273 K
100 ml = 0,366 ml/K
0+273 K
82 ml = 0,368 ml/K
-50+273 K
Artinya, V/T = suatu konstanta, atau :
…………….(2)

- Hubungan antara Tekanan dan Temperatur
Terutama dinegeri subtropis, setelah diukur pada pagi hari yang dingin, tekanan udara dalam ban ditengah hari dimusim panas dapat naik secara menyolok setelah mobil dikendarai beberapa jam. Sementara itu volume ban praktis tidak bertambah. Hubungan antara tekanan dan temperatur pada volume konstan tidak lazim dirujuk kenama penemunya, agaknya karena hubungan ini dikenal secara bertahap oleh beberapa penyelidik. Kadang-kadang diberi nama menurut nama Joseph Gay-Lussac dan kadang-kadang menurut nama Guillaume Amontons, yang menghubungkan tekanan gas ketemperaturnya dan membuat suatu termometer gas atas dasar ini dalam tahun 1703. sumbangan kedua ilmuan ini akan kita hargai dengan menyebut hubungan itu hukum Gay Lussac dan Amontons. Tekanan gas dengan massa tertentu berbanding lurus dengan temperatur mutlak, bila volume tidak berubah. Dinyatakan secara matematis:
P α T
Atau P/T = suatu konstanta. Pernyataan yang setara adalah
…………….(3)
 Aplikasi hukum-hukum gas pada percobaan
Percobaan kali ini akan diselidiki hubungan antara tekanan dan temperatur gas pada volume konstan. Selanjutnya akan digunakan hubungan antara tekanan dan temperatur untuk membuat kurva antara tekanan vs temperatur. Dari hukum Charles dapat diketahui bahwa jika sejumlah volume gas dijaga agar tekanannya konstan, maka volume gas akan berbanding lurus dengan temperatur absolut.
Dapat dilihat pula bahwa dari ekstrapolasi terhadap garis lurus akan diperoleh harga volume nol, pada temperatur –2730 C atau 0 K. Tetapi karena volume pada tekanan konstan dan tekanan pada volume konstan adalah berbanding lurus terhadaptemperatur (hukum Gay Lussac) volume pada grafik 4.3 (sumbuY) dapat diganti dengan tekanan, sehingga diperoleh grafik yang sejenis (tekanan vs temperatur) jika kita lakukan ekstrapolasi terhadap garis lurus maka akan diperoleh harga tekanan nol, pada temperatur –2730 C atau 0 K.
Untuk membuat grafik tekanan vs temperatur paling sedikit dibutuhkan 3 titik yang diukur pada volume konstan.
Isi labu gelas dengan udara dan dihubungkan dengan pipa karet vakum (vacuum rubber hose). Setelah labu gelas didinginkan hingga 00 C, tekanan udara dalam labu akan turun. Hal ini dapat diukur dengan Hg – U manometer p antara 0 mmHg dan kenaikan tinggi kolom pada sisi kiri sesuai dengan penurunan tekanan. Dengan demikian diperoleh :
P0 = Patm – ΔP
T0 = 00 C atau 273 K
P0 adalah tekanan pada 00 C atau 273 K, ini adalah titik pertama pada grafik antara tekanan vs temperatur. Jika temperatur dalam labu yang berisi udara dinaikkan 10 C atau 1 K tekanan akan bertambah sebanding dengan kenaikan temperatur (pers 3 Hukum Gay Lussac).
P0 = P1 P1 = Tekanan pada T1
T0 T1 T1 = 10 C atau 274 K
Dengan demikian dapat kita tulis :
=
Atau dalam bentuk yang lebih umum
Pt = Po ( 1 + Δt)………..(4)
Perbedaan temperatur dalam 0 C atau K
Pt = Tekanan pada temperatur t
Δt = Temperatur dalam 0 C
= 1/273 K-1 (koefisien ekspansi untuk gas ideal)
Persamaan (4) adalah bentuk persamaan dari grafik, tekanan vs temperatur yang ada, yang percobaan ini divariasikan untuk temperatur 0 – 1000 C. Jika P0 (tekanan pada 00 C) diketahui, tekanan Pt pada temperatur (0 C) yang lain dapat dihitung.
Jika garis lurus pada grafik tekanan vs temperatur diekstrapolasi hingga Pt = C, maka dari persamaan (4) dapat dilihat temperatur yang sesuai adalah sekitar –2730 C, atau 0 K.
Koefisien ekspansi
Hanya berlaku untuk gas ideal.
Tapi pada kenyataannya tidak terdapat gas ideal. Semua gas akan mencair pada kondisi temperatur dan tekanan tertentu. dengan demikian grafik vs tekanan untuk gas nyata hanya beralaku untuk range tertentu, tetapi dalam range ini untuk kebanyakan gas nyata hampir sama, seperti dapat dilihat pada tabel :
Koefisien ekspansi γ- untuk beberapa gas :
Udara 0,003674 K-1
H2 0,003663 K-1
He 0,003660 K-1
CO2 0,003726 K-1
Untuk tujuan-tujuan praktis dapat kita asumksikan bahwa pada temperatur dan tekanan lingkungan, H2, helium dan udara berkelakuan mendekat gas ideal sebab jauh dari titik cairnya (embunnya). Pada percobaan ini udara ditentukan dengan persamaan (4) :
Pt1 = Po (1 + γ Δt1) atau Po = Pt / (1 + γ Δ t1)
Pt2 = Po (1+ γ Δt2) atau Po = Pt / (1 + γ Δ t2)
Dari dua persamaan diatas diperoleh :


 Prinsip Termometer gas
Pada termometer gas penentuan temperatur didasarkan pada prinsip alat ukur tekanan dengan hukum Gay – Lussac.
Dengan dapat digerakkannya tabung sebelah kanan, maka permukaan Hg pada kaki sebelah kiri dapat diatur pada ketinggian hL 9dengan menyentuh jarum), oleh sebab itu volume gas dalam labu dapat dibuat konstan untuk setiap pengukuran temperatur. Perbedaan tekanan yang diakibatkan kenaikan temperatur sebanding dengan perbedaan tinggi permukaan h = hr – hL (mmHg).
Adanya perbedaan temperatur t1 dan t2 akan mengakibatkan perbedaan tinggi permukaan Hg, h1 dan h2. dari hubungan tekanan h1 dan h2 serta dari tekanan barometer b kita peroleh tekanan dalam labu A.
P1 = b + h1 P2 = b + h2
Sesuai dengan persamaan (4) maka :
P2 = P1 (1 + γ Δ t) jika P1 = Tekanan pada 00 C (camp. Air – es)
5. Prosedur kerja:
 Menempatkan labu gelas pada sandaran dan menghubungkanmya dengan Hg – U manometer.
 Mencatat temperatur dan tekanan ruangan.
 Memasukkan labu gelas secara keseluruhan kedalam air-es, menunggu hingga permukaan Hg menjadi konstan. Mencek temperatur campuran air-es, kemudian mencatat perbedaan tinggi permukaan Hg (Δp).
 Membuang air-es kemudian membiarkan labu menjadi panas sesuai dengan temperatur ruangan.
 Mengambil waterbath, kemudian memasukkan labu secara keseluruhan kedalamnya. Kemudian memanaskan hingga sekitar 400 C, jika temperatur sudah konstan mencatat temperatur dan juga tekananya (Δp). (melakukan juga dengan suhu 600 C dan 800 C)
 Membuat grafik tekanan P vs temp (t0 ).
 Menentukan γ udara.
6. Data Pengamatan:
Temperatur (0C) h (mmHg) p (mmHg)
0 77 670
27 0 747
36 55 802
45 72 819
60 109 856

Volume labu : 1140 cm3
Diameter selang : 8 mm = 0,8 cm
7. Perhitungan :
 T = 0 0 C
V = Vlabu – π / 4 . d2 . t
= 1140 cm3 - π / 4 . 0,82 . ½ 3,85 cm3
= 1140 cm3 –1,93424cm3
= 1138,06576 cm3
Dik:
To = 0oC = 273 K
P1 = Pruang = 747 mmHg
T1 = Truang = 270 C + 273 = 300 K
V1 = 1140 cm3
Dit:
P0oC = ….?
Penyelesaian:

P0 = =


Untuk T = 270C
V = Vlabu – π / 4 . d2 . t
= 1140 cm3 - π / 4 . 0,82 . 0
= 1140 cm3

P27 = =

 Untuk T = 360 C
V = Vlabu + π / 4 . d2 . t
= 1140 cm3 + π / 4 . 0,82 . 2,75 cm3
= 1140 cm3 + 1,3816 cm3
= 1141,3816 cm3
P36 = = = 768,4787 mmHg
 Untuk T = 450 C
V = Vlabu + π / 4 . d2 . t
= 1140 cm3 + π / 4 . 0,82 . 3,6 cm3
= 1140 cm3 + 1,80864 cm3
= 1141,80864 cm3
P45 = = = 790,566 mmHg
 Untuk T = 600 C
V = Vlabu + π / 4 . d2 . t
= 1140 cm3 + π / 4 . 0,82 . 5,45 cm3
= 1140 cm3 + 2,73808 cm3
= 1142,73808 cm3
P60 = = = 827,183 mmHg

=
8. Pembahasan hasil percobaan :
Percobaan ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara tekanan dan temperatur gas pada volume konstan. Hubungan ini dapat dilihat dari gambar grafik. Dilihat dari grafik tampak jelas masih terdapat kesalahan dalam percobaan.
Koefisien ekspansi untuk gas ideal yaitu 0,00366 K-1, namun dalam kenyataannya dalam percobaan kami memperoleh beda yang sangat jauh. Ini mungkin diakibatkan karena semua gas akan mencair pada tekanan dan temperatur tertentu.
Sesuai dengan hukum gay lussac dan Amomtons tentang hubungan tekanan dan temperatur diperoleh bahwa tekanan udara di dalam labu bulat berbanding lurus dengan temperatur mutlak bila volumenya tidak berubah. Artinya semakin besar tekanan di dalam labu maka temperatur di dalam labu pun akan meningkat jika volumenya tetap.
Pada temperatur di bawah suhu ruang dalam artian 0oC di peroleh Hg-U manometer bergerah ke arah labu sehingga volume udara di dalam labu mengecil dan sebaliknya pad temperatur di atas suhu ruang dalam artian setelah air dipanaskan dari 40oC sampai 80oC volume udara dalam labu bertambah sehingga cairan Hg-U manometer bergerak ke arah berlawanan

9. Kesimpulan:
• Dari hasil percobaan disimpulkan bahwa Koefisien ekspansi dari udara adalah 0,003675 K-1
10. Saran:
- Hati-hati dalam menggunakan pipa U yang berisi Hg karena bila pecah, Hg akan menguap dan bersifat racun.
- Serempaklah dalam melakukan pembacaan data.
- Amati dengan seksama jangan sampai terdapat kebocoran pada tutup labu maupun pada selang.
11. Daftar pustaka:
Sienko M.J, Experimental Chemistry, MC Graw-Hill, Singapore, 1985.
PRAKTIKUM KIMIA DASAR

I O D I N A S I A S E T O N
I. Tujuan Percobaan :
 Menentukan orde reaksi.
 Menghitung energi aktivasi.
 Menghitung laju reaksi berdasarkan pengaruh konsentrasi dan temperatur dalam suasana asam.

II. Bahan yang digunakan :
 Aseton 4M
 HCl 1M
 Iodium(L) 0,005M
 Aquadest
 Es (Sebagai pendingin)

III. Alat yang dipakai :
 Erlenmeyer 125 Ml 8 Buah
 Gelas Ukur 25 Ml 1 Buah
 Gelas Kimia 100Ml & 400 Ml 1+1 Buah
 Pipet Ukur 10 Ml & 25 Ml 1+1 Buah
 Pipet Gondok 5 Ml & 10 Ml 2+1 Buah
 Thermometer 100C 1 Buah
 Stop Watch 1 Buah
 Bola hisap 1 Buah
 Hot Plate 1 Buah
 Labu Semprot 1 Buah
 Selang Karet 1 Buah
IV. Dasar Teori :
Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah :
 Sifat reaksi itu sendiri,
 Konsentrasi reaktan,
 Temperatur,
 Katalis,
 Luas permukaan sentuhan,
 Tekanan,
 Pengadukan.

Laju dinyatakan dengan persamaan :
Laju = k[a]m . k[B]n
Dimana m dan n tidak mutlak bilangan bulat. [A] dan [B] adalah konsentrasi A dan B (dalam mol/L).
Jumlah m dan n disebut orde reaksi terhadap A dan b.
Jika m = 1, maka disebut reaksi berorde satu terhadap A,
Jika n = 2, maka disebut reaksi berorde dua terhadap B.
Orde total merupakan jumlah m dan n ( dlm contoh berorde 3)

Laju reaksi juga bergantung pada temperatur, sering terjadi bila temperatur naik 10C laju mendaji 2 kali lipat. Seperti pada konsentrasi, disini terdapat pula hubungan kuantitafif antara laju reaksi dengan temperature, tetapi hubungannya agak rumit. Hubungan ini didasarkan pada suatu ide bahwa reaktan harus mempunyai jumlah energi minimum tertentu pada waktu reaktan bertumbukan pada tahap reaksi. Jumlah energi yang minimum ini disebut energi aktivasi.

R adalah tetapan gas (8,31 J  M-1  K-1). Dengan menghitung K dalam temperatur yang berbeda-beda, kemudian masukkan harga-harga K kedalam grafik, maka akan didapatkan energi aktivasi reaksi.

Dalam percobaan ini kita pelajari kinetika reaksi Iod dan Aseton.
O O
CH3  C  CH3 + I2 CH3  C  CH2I + H+ + I-
Selain pada konsentrasi aseton dan iod, laju reaksi juga bergantung pada konsentrasi ion hydrogen, dimana laju reaksinya :
Laju = K [Aseton]m  [I2]n  [H+]p
M,n,p merupakan orde reaksi terhadap aseton, iod dan ion hidrogen, K merupakan konstanta laju reaksi. Laju reaksi dapat dinyatakan dengan perubahan konsentrasi iod [I2] dibagi dengan interval waktu [t] yang diperlukan untuk perubahan tersebut.

Reaksi iodinasi aseton mudah diamati karena :
 Iod berwarna, sehingga kita dapat mengamati perubahan konsentrasi secara visual .
 Reaksi berorde nol terhadap Iod. Hal ini berarti bahwa laju reaksi tidak tergantung pada [I2], [I2]0 = 1

Oleh karena itu laju reaksi tidak tergantung pada Iod, maka kita dapat menggunakan Iod sebagai reagent pembatas dengan jumlah aseton dan ion hidrogen berlebih. Kita dapat mengukur waktu yang dibutuhkan untuk mereaksikan seluruh Iod yang ada dalam larutan. Bila konsentrasi dari aseton dan ion hidrogen jauh lebih besar dari pada konsentrasi Iod, maka konsentrasi mereka tidak akan berubah selama reaksi dan laju reaksi akan tetap, sampai seluruh Iod habis bereaksi. Kemudian reaksi akan berhenti. Bila waktu yang dibutuhkan untuk mereaksikan semua Iod (warnanya hilang) adalah t.

Walaupun laju reaksi tetap pada kondisi yang kita atur, kita dapat mengubah-ubah konsentrasi aseton dan ion hidrogen. Bila konsentrasi ion hidrogen dan Iod dibuat tetap sama seperti pada campuran awal, sedangkan konsentrasi aseton dibuat menjadi 2 kali konsentrasi semula, maka persamaan laju menjadi :
Laju 2 = K [2A]m  [I2]n  [H+]p
Laju 1 = K [2A]m  [I2]n  [H+]p

Setelah menghitung laju 2 dan laju 1, maka kita memperoleh angka yang mempunyai harga yang sama dengan 2m. Berarti kita dapat memperoleh harga m melalui logaritma. M merupakan orde reaksi terhadap aseton.

V. Prosedur kerja :
 Penentuan Orde reaksi
Percobaan A
 Pipet 10 Ml aseton 4M, masukkan kedalam erlenmeyer 125 Ml
 Pipet 10 Ml HCl 1 M, masukkan kedalam erlenmeyer yang berisi aseton.
 Tambahkan 20 Ml aquadest kedalam campuran tersebut
 Pipet 10 Ml larutan Iod dengan pipet gondok 10 Ml.
 Masukkan kedalam campuran tersebut (serentak jalankan stop watch)
 Setelah warna Iod menghilang, segera hentikahn stop watch.
 Lalu ukur tenperarur campuran tersebut.

Percobaan B
 Ulangi percobaan A dengan mengubah konsentrasi aseton, yaitu dengan memasukkan 5 ml aseton kedalam gelas kimia dan ditambahkan 25 Ml aquadest. Konsentrasi ion hidrogen dan Iod dibiarkan tetap.

Percobaan C
 Ulangi percobaan A dengan mengubah konsentrasi HCl, yaitu dengan memasukkan 5 ml HCl kedalam erlenmeyer 125 Ml dan ditambahkan 25 Ml aquadest. Konsentrasi aseton dan Iod dibiarkan tetap.
Percobaan D
 Ulangi percobaan A dengan mengubah konsentrasi Iod, yaitu dengan memasukkan 5 ml Iod kedalam gelas kimia dan ditambahkan 25 Ml aquadest. Konsentrasi aseton dan HCl dibiarkan tetap. Percobaan diatas dilakukan 2 kali percobaan
 Tentukan laju reaksi, orde reaksi untuk masing-masing reaktan dan tetapan laju reaksi.

Penentuan Orde reaksi
 Melakukan percobaan A, tetapi dengan temperatur 10C dan 40C. Tentukan tetapan laju reaksi dan energi pengaktifan.

VI. Data pengamatan :
 Data laju reaksi
Lr Vol
Aseton Vol
HCl Vol.
Iod Vol.
Air waktu Temp
Perc 1 31C
1 10 Ml 10 Ml 10 Ml 20 Ml 129 dt 31C
2 5 Ml 10 Ml 10 Ml 25 Ml 194 dt 31C
3 10 Ml 5 Ml 10 Ml 25 Ml 239 dt 31C
4 10 Ml 10 Ml 5 Ml 25 Ml 339 dt 31C

 Penentuan Orde Reaksi terhadap Aseton dan Iodium
Lr Aseton [H+] [I2] Laju Orde Reaksi

1 0,8 M 0,2 M 0,001 M 7,8  10-6 M/dt
2 0,4 M 0,2 M 0,001 M 3,4  10-6 M/dt
3 0,8 M 0,1 M 0,001 M 4,2  10-6 M/dt
4 0,8 M 0,2 M 0,0005 M 2,9  10-6 M/dt

 Bagi laju 2 dengan laju 1 ; maka m = 1,2
 Bagi laju 3 dengan laju 1 ; maka p = 0,9
 Bagi laju 4 dengan laju 1 ; maka n = 1,392

 Penentuan energi Aktivasi
 Waktu untuk reaksi pada 10C ; 168 dtk ; temp 31C
 Waktu untuk reaksi pada 40C ; 20 dtk ; temp 31C
 Waktu untuk reaksi pada suhu ruang ; 82 dtk ; temp 31C




VII. Perhitungan :
 Perhitungan Konsentrasi
 Konsentrasi Aseton 4 M

 Volume 10 Ml [ camp 1,3,4 ]
V1  M1 = V2  M2
10  4 = 50  M2

 Volume 5 Ml [ camp 2 ]
V1  M1 = V2  M2
5  4 = 50  M2


 Konsentrasi HCl 1 M

 Volume 10 Ml [ camp 1,2,4 ]
V1  M1 = V2  M2
10  1 = 50  M2

 Volume 5 Ml [camp 3 ]
V1  M1 = V2  M2
5  1 = 50  M2


 Konsentrasi Iodium 0,005 M

 Volume 10 Ml [ camp 1,2,3 ]
V1  M1 = V2  M2
10  0,005 = 50  M2

 Volume 5 Ml [ camp 4 ]
V1  M1 = V2  M2
5  0,005 = 50  M2


 Perhitungan Laju reaksi
 Konsentrasi Iodium 0,001 M





Mensubtitusikan konsentrasi dan laju pada tabel diatas sehingga diperoleh :
Laju I :
Laju II :
Laju III :
Laju IV :


Bagi laju 2 dengan laju 1, maka diperoleh harga m.


Bagi laju 3 dengan laju 1, maka diperoleh harga p.



Bagi laju 2 dengan laju 1, maka diperoleh harga n.


 Perhitungan Tetapan Laju Reaksi
Dengan menggunakan rumus :
Laju = k [A]m  [I2]n  [H]p
Maka akan diperoleh harga ketapan k
Untuk k1


Untuk k 2


Untuk k 3

Untuk k 4


 Penentuan Energi Aktivasi
Waktu untuk reaksi pada suhu 10C ; 168 dtk ; temp 31C
Waktu untuk reaksi pada suhu 40C ; 20 dtk ; temp 31C
Waktu untuk reaksi pada suhu 31C ; 82 dtk ; temp 31C

 Cara mencari laju reaksi




 Cara memperoleh konsentrasi
Untuk 10C



Untuk 40C



Untuk 31C



 Cara memperoleh



 Cara memperoleh
Untuk 10C

Untuk 40C

Untuk 31C

 Cara memperoleh Log k
- log k
Untuk 10°C = - Log 0,496 = 0,305
Untuk 40°C = - Log 0,417 = 0,380
Untuk 31°C = - Log 0,101 = 0,996

 Cara memperoleh Slope










Gambar kurva Slope


























VIII. Pembahasan :
 Laju reaksi bergantung pula pada temperatur, sering terjadi bila temperatur naik 10°C maka laju menjadi 2 kali lipat, tetapi pada kenyataan praktek yang kami lakukan malahan laju reaksinya makin turun.
 Didalam penambahan Iodium kia harus memakai pipet 10 Ml, karena dalam penambahan Iodium harus dilakukan sekaligus, hal ini disebabkan Iodium akan langsung bereaksi dengan Aseton dan HCl dengan tanda warna larutan Iodium akan berubah menjadi bening.

IX. Kesimpulan :
Laju reaksi itu dipengaruhi oleh beberapa faktor penunjang antara lain : sifatnya, konsentrasi reaktan, temperatu, katalis, luas bidang sentuhan, tekanan dann pengadukan.
Ternyata Iodinasi Aseton itu mudah kita amati, karena kita tinggal melihat kapan perubahan warna itu telah selesai terjadi (hilangnya warna Iod menjadi bening)
Bahwa urutan laju reaksi mulai dari yang paling besar dimiliki oleh Iod ; Aseton ; HCl.

X. Daftar pustaka :
Emil j. Slowinsky, Wayne wolsey, William L. Masterton, Chemical principle in the laboratory with qualitatives analisis, Japan, Holt-saunders Int.ed.




I. TUJUAN PERCOBAAN :
 Dapat menentukan berat molekul zat cair yang mudah menguap melalui penerapan hukum gas ideal

II. PERINCIAN KERJA
 Penentuan volume labu
 Penentuan berat molekul 1,1,1 Tri Chloro Etana

III. ALAT YANG DIPAKAI :
 Gelas kimia 1000 ml dan 600 ml 1+1 buah
 Buret 50 ml 1 buah
 Labu Alas bulat leher 2 ml 1 buah
 Neraca analitik 1 buah
 Pipet ukur 5 ml 2 buah
 Klem dan statif 1+1 buah
 Termometer Asa 1 buah
 Termometer 1 buah
 Pemanas listrik bentuk spiral 1 buah
 Penangas air 1 buah
 Selang karet 1 buah

IV. BAHAN YANG DIGUNAKAN :
 1,1,1 Tri Chloro Etana
 Air
 Alumunium Foil
V. DASAR TEORI :
Salah satu penerapan hukum gas ideal didalam percobaan adalah menentukan berat molekul gas dan uap. Untuk menentukan berat molekul untuk gas atau uap, perlu diketahui. Berat gas tersebut pada suhu dan tekanan yang diketahui. Bila gas tersebut memenuhi persamaan gas ideal, maka berlaku :
P•V = n•R•T .................................... (1)
 P adalah tekanan atmosfer,
 V adalah volume dalam liter,
 T adalah suhu dalam Kelvin,
 n adalah jumlah mol gas,
 R adalah tetapan ( 0,0821 L•Atm/Mol•K )
Jumlah mol n sama dengan berat (g) dibagi dengan berat molekul (BM)

Dengan mensubtitusikan ke dalam persamaan (1), maka diperoleh :

..................................... (2)
Percobaan yang dilakukan disini mencakup juga penentuan berat molekul zat cair yang mudah menguap. Sejumlah zatcair dimasukkan ke dalam labu. Kemudian labu dimasukkan ke dalam air yang mendidih, sehingga zat cair akan menguap sempurna, mencorong udara yang berada dalam labu, sehingga seluruh isi labu terisis uap pada tekanan barometer dan suhu pada titik air. Bila labu didinginkan dan uap mengembun, maka dapat ditentukan berat dari uap, sehingga BM dapat dihitung


VI. PROSEDUR KERJA :
 Mentukan volume labu
 Dimasukkan air ke dalam labu dengan menggunakan buret 50 ml sampai batas leher labu,
 Dicatat banyaknya volume air yang keluar dari buret,
 Volume Air = Volume Labu.
 Labu dikeringkan untuk digunakan pada percobaan menentukan berat molekul 1,1,1 Tri Chloro Etana.

 Penentuan Berat Molekul 1,1,1 Tri Chloro Etana volume labu
 Ditimbang labu kosong (labu harus benar-benar kering),
 Diisi labu dengan 5 ml 1,1,1 Tri Chloro Etana,
 Dipasang peralatan seperti gambar berikut :








 Dipanaskan air dengan pemanas air sampai mendidih, (diatur suhu pemanasan dengan menggunakan termostat),
 Pada bagian mulut labu alas bulat ditutup dengan kertas Alumunium Foil dan dilubagi tengahnya dengan menggunakan peniti,
 Dimasukkan labu alas bulat yang telah dilengkapi dengan termostat sampai ujung leher labu tercelup di air,
 Diuapkan zat cair sampai seluruhnya habis dan tidak ada lagi uap yang keluar,
 Diteruskan pendidihan air selama 5 sampai 8 menit,
 Diukur suhu air yang mendidih dan tekan atmosfer pada saat itu,
 Labu alas bulat dimasukkan ke dalam gelas kimia 1000 ml yang telah diisi air, ditunggu sampai dingin, lalu ditimbang

VII. DATA PENGAMATAN :
Hasil Percobaan I
Berat labu 172,6534 gram
Berat labu + Kondensat 173,0034 gram
Suhu didih air 92°C
Tekanan barometer 746 mm Hg
Volume labu 329,5 ml
Suhu uap 82°C
Tekanan uap 0,981 atm
Volume uap (L) 0,3925L
Suhu uap (K) 355°K
Berat uap 0,3505 gram
Berat molekul 32,58 gr/mol




VIII. PERHITUNGAN :

 Tekanan uap [ Perc I ]

 Volume uap dalam Liter [ Perc I ]
1 L = 1.000 ml

 Suhu uap dalam Kelvin [ Perc I ]
273°K = 1°C

 Berat Uap [ Perc I ]
Berat labu + Kondensat  Berat labu
= 173,0034 gr  172,6534 gr
= 0,3505 gram
 Berat Molekul [ Perc I ]


BM = 31,58 gr/mol



IX. PEMBAHASAN :
 Dalam praktikum yang dilakukan terdapat sedikit perbedaan antara percobaan I dengan percobaan II, hal ini disebabkan ketika dilakukan pemanasan terdapat perbedaan suhu dimana suhu pertama lebih besar 2°C dibandingkan suhu ke II.

X. KESIMPULAN :
 Dari data pengamatan yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa berat molekul untuk 1,1,1 Tri Chloro Etana adalah ( 31,58 + 31,24 ) : 2 = 31,41 gr/mol.

XI. PERTANYAAN :
 Seorang siswa menimbang labu dan memperoleh beratnya 55,441 gr, ia memasukkan kedalam labu sebanyak 5 ml suatu zat cair yang tidak diketahui, lalu memanaskan labu dalam penangas air pada suhu 100°C. Setelah zat cair menguap, labu dikeluarkan dari penangas dan ditutup. Labu kemudian didinginkan sampai uap zat cair mengembun. Tutup dibuka, kemudian labu ditimbang dan diperoleh berat 56,039 gram. Volume labu = 215,8 ml. Tekanan barometer = 752 mmHg.
 Berapakah tekanan dari uap didalam labu dalam satuan atm ?
 1 Atm = 760 mmHg , jadi


 Berapakah suhu uap dalam Kelvin ?
 273°K = 1°C






 Berapakah volume labu dalam Liter ?
 1L = 1.000 ml


 Berapakah berat uap yang ada dalam labu ?
 Berat uap dalam labu = ( Berat Labu + Sampel )  ( Berat Labu )
= 56,039 gr  55,441 gr
= 0,598 gram

 Berapakah berat 1 mol uap ?
 Berat 1 mol = 0,598 gram/mol

 Berapakah berat molekul zat cair yang tidak diketahui ?


BM = 85,76 gr/mol

 Bagaimanakah pengaruh kesalahan-kesalahan berikut terhadap hasil percobaan ? diberikan alasan !
 Tidak semua zat cair menguap ketika labu dikeluarkan dari penangas air.
 Maka akan terjadi kesalahan pada berat zat yang menguap, dimana akan berpengaruh pada penghitungan berat molekul.







 Labu tidak benar-benar dikeringkan ketika anda akan menimbang kondensat di dalam labu tersebut.
 Maka akan terjadi pertambahan bobot pada labu sehingga akan mempengaruhi hasil perhitungan beratnya.

 Labu dibiarkan terbuka ketika sedang didinginkan.
 Akan terjadi pengurangan berat disebabkan adanya uap yang keluar dari dalam labu sehingga mengurangi bobot labu tersebut.

 Labu dikeluarkan dari penangas air sebelum mencapai suhu didih air.
 Maka akan terjadi penambahan berat disebabkan karena seluruh air belum berubah menjadi uap sehingga akan menambah beratnya.

XII. DAFTAR PUSTAKA :
 Emil j. Slowinsky, Wayne wolsey, William L. Masterton, Chemical principle in the laboratory with qualitatives analisis, Japan, Holt-saunders Int.ed.